Skip to main content

Pakai eSIM Untuk 30 Hari di Belanda

Amsterdam Ini pertama kalinya beli eSIM. eSIM ini nggak semua ponsel bisa, kebetulan aja gw beli karena ya ponsel gw bisa dipake eSIM. Sebelumnya sih gw jarang banget beli kuota internet kalau ke luar Indonesia. Kalau dibilang mahal buanget sih tergantung negaranya ya, cuma kadang males. Jadi kalau lagi di luar dan nggak ada internet gw bisa bilang "Wah lagi nggak ada internet gw di luar" 😅 Nah, gw pilih eSIM karena mikir kalau pake alat   macem mifi begitu pasti harus pick up alatnya, kalau beli SIMCARD ribet harus kasih paspor, harus ganti kartunya juga. Lalu terbesitlah eSIM. Gw cari beberapa eSIM yang banyak beredar buat di Eropa. Tadinya mau milih Simyo tapi harus abonemen bulanan. Ah nggak dulu deh. Kalau lamaan di sana aja baru okelah.  Tiap kali ke luar negeri, gw nggak pernah pakai roaming dari kartu gw sendiri karena menakutkan harganya. Tidak  worth it.  Akhirnya gw nemu eSIM dari  Maya . Menurut gw, kartu ini termasuk bersaing harganya. Gw beli yang 3GB dengan ha

Jauh kaki melangkah, rumahlah tempat kembali

Bukan bermaksud rasis, hanya saja ingin menuliskan ras yg sering hadir ditengah2 satu ras lainnya. Bukaann bukan ras cina, bukan! Tapi ras luar Jawa yg sering kita sebut orang timur. Orang timur disini maksudnya adalah orang yg berasal dari daerah Flores, Nusa Tenggara dll.

Sekali lagi bukan bermaksud rasis ya, tapi mereka juga hadir dibeberapa tempat dalam satu koloni besar. Maksudnya ketika mereka hadir disuatu habitat biasanya mereka tidak datang sendirian tp berkelompok. bahkan kadang ada perlakuan khusus dari  instansi. Contohnya kelas Aru yg selalu ada di beberapa fakultas di kampus tercinta, UM. ada kelas Aru di fakultas MIPA dan Sastra. Mereka diberikan kelas khusus konon katanya dananya jg khusus. Nah kenapa dipisah? Saya kurang jelas alasannya. Daripada jadi fitnah mending nggak ditulis hehe. Ada juga kampus yg lebih banyak masyarakat Aru-nya daripada mahasiswa asli daerah itu, contohnya di kampus tetangga, Unmer. Tidak ketinggalan bahkan didekat rumah juga ada institusi kesehatan yg berisi sebagian besar masyarakat Aru.

Nah biasanya mereka tinggal sekelompok juga. Jarang juga mereka beredar diantara2 Jawa jawa yg lainnya. Ntah mengapa, tp mungkin mereka lebih nyaman seperti itu.

Nah kebanyakan dari mereka disekolahkan ke Jawa oleh pemerintah daerah sana dg tujuan agar mereka mencari ilmu banyak di Jawa kemudian kembali ke daerahnya dan membangun daerahnya. Mulia kan niatnya? masalahnya, banyak dari mereka yg sudah merasa 'nyaman' berada di Jawa dan enggan kembali ke daerah asalnya sana. Akhirnya apa yg terjadi? Daerah mereka tetap seperti itu tidak ada kemajuan dan Jawa makin padat.

Oh come'on!!! Jawa udah padat, belom lagi ditambah dg penduduk macam saya yg ingin punya anak 3 begini *sepertinya niat ini harus dikurangi jadi 2 deh*. Cuman lucu aja. Semoga mereka sadar jika mereka disekolahkan untuk kembali kedaerah. Mungkin terasa berat kali ya, karena terlanjur nyaman d kehidupan di Jawa. Saya akui Jawa memang  menawarkan banyak hal yg menggoda daripada daerah lain. Jawa juga pusatnya pemerintahan. Nggak kebayang deh kalau pemerintah migrasi ke Sulawesi atau Papua. Atau mungkin kalau migrasi dan saya harus berurusan dg pemeritahan jadinya saya harus terbang ke Papua atau Sulawesi kali ya..

Jadi pada intinya, putra putri bangsa disekolahkan ditempat lain agar sekembalinya nanti bisa bermanfaat bagi daerah asalnya. Mungkin memang susah karena harus 'babat alas'. Susah bukan berarti tidak mungkin kan? Susah diawal, tapi mempertahankan juga jauh lebih susah lho.. jangan salah.

Kalaupun saya seperti itu juga mungkin itu pilihan yg berat. Tapi percayalah, jika kau memiliki sedikit cinta untuk negerimu, sejauh apapun kau melangkah maka kau akan kembali kepada tanah air.

Bagi engkau semua wahai putri dan putra bangsa, sejauh apapun kau melangkah, usahakan untuk kembali demi 'rumahmu'. Rumahmu perlu dibangun agar sama tinggi dg rumah tetangga

Comments

Popular posts from this blog

Pakai eSIM Untuk 30 Hari di Belanda

Amsterdam Ini pertama kalinya beli eSIM. eSIM ini nggak semua ponsel bisa, kebetulan aja gw beli karena ya ponsel gw bisa dipake eSIM. Sebelumnya sih gw jarang banget beli kuota internet kalau ke luar Indonesia. Kalau dibilang mahal buanget sih tergantung negaranya ya, cuma kadang males. Jadi kalau lagi di luar dan nggak ada internet gw bisa bilang "Wah lagi nggak ada internet gw di luar" 😅 Nah, gw pilih eSIM karena mikir kalau pake alat   macem mifi begitu pasti harus pick up alatnya, kalau beli SIMCARD ribet harus kasih paspor, harus ganti kartunya juga. Lalu terbesitlah eSIM. Gw cari beberapa eSIM yang banyak beredar buat di Eropa. Tadinya mau milih Simyo tapi harus abonemen bulanan. Ah nggak dulu deh. Kalau lamaan di sana aja baru okelah.  Tiap kali ke luar negeri, gw nggak pernah pakai roaming dari kartu gw sendiri karena menakutkan harganya. Tidak  worth it.  Akhirnya gw nemu eSIM dari  Maya . Menurut gw, kartu ini termasuk bersaing harganya. Gw beli yang 3GB dengan ha

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Dapet Visa UAE (Dubai) Gampang Banget

Dubai creek Beberapa waktu yang lalu, kita pusing berat karena H dapet libur kali ini cuman 10 hari. 10 hari dari yang biasanya 14 hari. Akhrinya diputuskan untuk tetap mengambil libur tapi nggak ke Indonesia.  Ternyata, beberapa hari kemudian, dia bilang, kalau liburnya malah jadi 7-8 hari aja. Mau ga mau saya yang harus kesana. Maksudnya terbang mendekatinya. Udah milih-milih negara mana yang harganya rasional, yang ga banyak makan waktu buat terbangnya H, dan tentunya ga ribet urus visa buat pemegang paspor hijau yang ga sesakti paspornya H.  Btw warna paspor Indonesia jadi biru ya sekarang?? Pilihan jatuh ke Dubai. Pemegang paspor hijau harus bikin visa, ya pusing lagi deh cara bikin visa Dubai nih gimana. Apa iya sesusah bikin visa schengen, visa US, visa lainnya. dari persyaratan sih standar ya, termasuk  record  bank account selama 3 bulan. Emang nggak pernah bikin visa Dubai sebelumnya ya, apalagi H yang paspornya super sakti kemana-mana (hampir) ga perlu visa, dia ga pernah ad