Sanur Jadi dulu program ini diluncurkan pemerintah untuk kasih insentif orang yang di PHK atau tidak bekerja pas pandemi. Jadi ya gw tentu saja nggak punya hak tho. Sebagai orang yang nggak punya hak, ya gw nggak ikutan lah. Trus temen gw beberapa bulan lalu bilang, ikut aja soalnya ini buat yg kerja yg mau nunjang skill juga lho. "Hah masa sih?" Yaudah pas liat oh ya bener juga, jadi gw daftar. Daftar pertama di gelombang 20 nggak lolos. Trus ya udah patah hati dah lah gausah daftar. Eh tiba-tiba minggu lalu temen gw lolos gelombang berapa gitu, lalu bilang kalau gelombang 29 udah buka. Yaudah deh ikutan aja. Eh lolos dong. Pembukaan gelombang ini termasuk cepet. Hampir tiap minggu selalu ada gelombang baru yang dibuka. Jadi daftar di gelombangnya itu selama 3 harian, pengumumannya 3 hari kemudian, lalu 3 hari kemudian udah bukaan baru. Bener-bener cepet banget. Nah temen gw yang lagi S2 nggak bisa ikutan padahal dia juga kerja sebagai pengajar. Alasannya KTP sudah terdafta
Beberapa tahun yang lalu, awal mengganasnya sosial media terutama whatsapp sebagai salah satu bentuk aplikasi pengganti sms, kegiatan bertukar pesan pun menjadi jauh lebih mudah. Tak terbatas seperti SMS, aplikasi-aplikasi yang muncul saat ini bisa membuat penggunanya mengirim ribuan karakter dalam sekali klik. Saya pun dulu, sering sekali asal copy-paste apapun yang dikirim orang tanpa konfirmasi kebenarannya. Contoh paling sederhana adalah pesan tentang keajaiban para nabi yang harus disebarkan melalui pesan berantai karena jika diabaikan besok kita bisa meninggal, atau tertimpa hal buruk yang ternyata jelas tak terjadi. Sempat berpikir apakah benar kalau kita tidak menyebarkan pesan tersebut, maka hal buruk akan menimpa kita? Karena penasaran pun saya akhirnya mencoba tidak mengirimnya dan ternyata tidak ada hal yang terjadi. Karena pada dasarnya bentuk pesan yang seperti itu digunakan untuk metode click bait untuk menghasilkan uang atau apapun itu dengan tujuan terte