Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2016

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Kenapa Matematika?

Tanyakan kepada banyak siswa siswi di seluruh Indonesia, apakah mereka menyukai matematika? Saya yakin akan lebih banyak yang menyatakan "kurang menyukai matematika" daripada "menyukai matematika". Layaknya sudah menjadi hal yang umum dan wajar kalau mengatakan matematika itu sulit. Bahkan setelah saya menjadi mahasiswa matematika dan lulus dari jurusan matematikapun saya juga merasa kalau matematika itu memang sulit. Bukan bermaksud membesar-besarkan kalau memilih jurusan matematika itu pasti akan mengalami masa sulit karena sulitnya matematika. Bukan. Setiap jurusan pasti memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Nah, dulu saya sering bertanya-tanya kenapa kita belajar matematika sesulit ini di sekolah ?Fungsinya apa??? Apakah integral bisa diterapkan orang awam dalam proses membeli barang di supermarket ? Apakah differensial bisa juga digunakan orang awam untuk menghitung hutang ? Selalu bertanya-tanya seperti itu. Bagi beberapa teman, matematika memang momok terbe

[Movie] My Way

Plot cerita diawali dari Kim Jun shik dan Tatsuo yang doyan lari, sampai akhirnya mereka menjadi pelari nasional. Tatsuo yang merupakan orang Jepang dan berasal dari keluarga yang berkuasa di Korea. Kalau nggak salah sih jaman itu masuk PD2. Sampai Jepang masih berkuasa di Indonesia, alihan dari Belanda jaman itu. Ini film lama, saya nonton pas tengah malem di salah satu stasiun tv swasta yang akhirnya membawa saya kepada kegantengan Jang Dong Gun dan membawa keheranan kepada salah seorang teman Korea "kamu kelahiran taun berapa Pris kok sukanya Dong Gun sih? Ketuaan tuh" hoho. Tua-tua mateng ganteng hehehe. Ubek-ubek leptop ternyata nemuin film ini jadilah nonton lagi. Jungshik dan Tatsuo ini sudah kenal dari kecil, mereka sama-sama pelari maraton. Tapi karena Jepang berkuasa atas Korea, maka orang-orang Korea dijadiin budak mereka. Nggak beda jauh lah dari jamannya Jepang di Indonesia. Nah suatu ketika ada olimpiade nasional maraton, tadinya Jungsik nggak boleh ikutan, ta

Si penguasa

Hmm jadi tiba-tiba saya memikirkan sesuatu ketika melihat satu ibu yang ada di koperasi kantor. Beliau salah satu pekerja dikantor saya. Ibu termasuk bisa dibilang “penguasa” koperasi di kantor. Kenapa saya bilang penguasa? Karena lagaknya yang selalu bikin heboh. Suara beliau keras, banget. Bisa kali didengar dari jarak puluhan meter. Beliau ini bisa dibilang pengendali semua hal. Apapun yang atas nama beliau, bisa dibilang beres karena beliau secara tidak langsung dan secara informal memegang kuasa atas lingkungannya. Kerjaannya, bersuara keras untuk menyuruh-nyuruh orang. Siapapun bisa disuruhnya. Saya sih nggak terlalu suka lagaknya, karena menjadi sok berkuasa. Ketika bicara di telpon saja bisa menggetarkan dunia. Kebetulan, beliau meskipun tua tapi secara hierarki perusahaan beliau masih dibawah saya dan saya tidak ada urusan dengan beliau secara langsung. Tapi berhubung saya sering ke koperasi membeli sesuatu, akhirnya sering lah ketemu sama beliau. Kalau mood saya sedang bagu

Ibu Kita

Tanggal 21 April selalu menjadi hari yang berkesan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada tanggal itu tahun 1879 lahirlah seorang bayi perempuan yang diberi nama Raden Ajeng Kartini. Kala itu masih jaman penjajahan Belanda (iyalah non, Belanda disini ratusan taun), beliau termasuk orang yang lahir pada kalangan bangsawan. Beliau termasuk beruntung karena mengijinkan putrinya untuk sekolah, yang waktu itu hanya kaum lelaki saja yang boleh sekolah. Ya meskipun sekolahnya nggak sampai kelar juga sih, tapi paling nggak beliau sekolah sampai umur 12 tahun itu sudah bagus banget buat perempuan jaman segitu. Dipingit lah beliau setelah umur 12, agak nggak tau juga sih kenapa ada mitos dan adat yang aneh-aneh begitu. Ohhh saya akan menulisnya terpisah tentang adat. Kembali ke Kartini, beliau yang tidak mau menyerah dengan keadaan, selalu menginginkan untuk maju dan berkembang. Akhirnya beliau mulai menulis surat kepada sahabat pena-nya yang ada di Belanda. Karena saban hari beliau

Who the hell are you?

Saya bergabung di salah satu platform internasional gitu lah sejenis media sosial juga, sebut saja seperti platform facebook, twitter dan lain-lain. Platform yang satu ini membuat saya mengenal banyak jenis orang dari seluruh belahan dunia. Dari yang tulus sampai yang cabul. Sudah tidak terhitung berapa kali saya diincar  perverts.  Tapi banyak juga yang informatif dan serius ingin berteman. Bahkan sampai sekarang juga masih berteman, salah satunya teman Prancis yang sedang menempuh pendidikannya di Solo. Beberapa kali juga bertemu dengan mereka. Ada yang guru sains, ada juga yang baker , ada yang masih pelajar, dan masih banyak lainnya sih ya. Seneng lah jelas, ketemu dengan mereka didunia nyata dan mereka tentu saja benar-benar nggak  pervert. Nah suatu ketika ada yang mengirim pesan pertamanya dengan menulis “Salam”, kemudian dilanjutkan dengan berbagai pernyataan. Kebiasaan saya memang jarang menulis kembali dengan ‘salam’, kecuali jika dia menyebutkan “Assalamualaikum” lengkap, b

Nama

Menyingung soal Bung Karno, siapa sih yang nggak kenal sama funding father-nya Indonesia ini? Seluruh dunia aja kenal. Sampai sekarang pun, ntah dari jaman dulu sampai jaman sekarang ini, belum pernah yang namanya nemuin orang yang karakternya kuat seperti Bung Karno. Bener-bener berani. Berani bener deh emang. Pernah marahin Amerika pas nawarin utang buat kita, “Go to hell with your aids”. Nah lho nah! Berani nggak kita (atau orang-orang penggede masa kini) bilang kayak gitu? Karismatik, iya banget. Istrinya aja banyak (hehehe… ini beda cerita ya, nggak mau bahas soal ini dehhhh). Meskipun saya tidak pernah melihat beliau secara langsung, tapi saya percaya deh kalau beliau memang karismatik. Kalau nggak karismatik, agak susah ya megang negara jaman perang. Yang ingin saya tulis disini itu soal nama Indonesia yang sering diberikan beliau kepada beberapa orang yang memakai nama ala barat. Nasionalisme beliau tinggi, sudah jelas, beliau bisa berbicara Bahasa Belanda juga Bahasa Inggris

[Book] Max Havelaar

Akhirnya kelar . Itu deh kata-kata yang pertama saya ucapkan ketika selesai membaca Max Havelaar. Dari dulu saya suka sejarah, suka banget. Cuman ya paham sendiri kan bagaimana guru sejarah yang ada disekolah, kebanyakan, nggak semua kok, itu agak bosenin. Kebanyakan kok, karena ada satu guru sejarah waktu SMA dan saya fans beratnya. Udah cantik, modis, trendi, kalau ngajar sejarah enak banget. Belajar sejarah baru kali itu terasa menyenangkan. Nilai ujian pun bagus-bagus hahahah Kembali ke Max Havelaar. Buku ini menjadi buku incaran saya sejak SD. Karena SD masih belum paham apa-apa, Cuma mikir aja sekarang “sok pinter banget ya gue dulu, pengen baca buku beginian”. Dulu penasaran karena katanya buku ini membunuh kolonialisme. Sampai gimana banget sih sampai buku ini dilarang beredar dan pernah dilarang edar oleh pemerintah Belanda kala itu. Takut kayaknya sih mereka. Buku ini ditulis Multatuli (nama pena dari Douwes Dekker). Oiya, kepengen punya buku ini karena yang nulis Douwes De

Come back to me !

Gimana rasanya kalau sang kekasih yang normalnya cerewet tiba-tiba menjadi diam dan nggak nafsu buat ngobrol? Hehhh pasti mikir kan, “Saya punya salah ya? Salah saya apa? Apa saya nggak sengaja bikin dia emosi? Atau tersinggung?’. Duhh pasti kepikiran deh. Banget. Saya orangnya cenderung nggak peka sama hal-hal yang kecil. Yang gede juga kadang nggak peka kok. Jadi intinya saya emang nggak peka. Tapi mengenai perubahan dirinya, apalagi terlihat mencolok sekali dari yang cerewet banyak ngomong jadi nggak nafsu ngomong. Bencana. Jadi menerka-nerka kan akhirnya. Waktu ditanya, bilangnya nggak apa-apa. Ditanyain kerjaan juga nggak ada masalah. Cuman lagi males aja ngomong. Aduh sayang, jangan males ngomong dong sama aku. Bikin khawatir beneran deh. Mana LDR juga. Komplit deh khawatirnya. Ya saya ngerasa sih, kadang sama pasangan sendiri masih perlu “me time”. Perlu juga introspeksi terhadap diri sendiri, perlu mikir ini itu. Tapi kok kalau dalam kondisi normal yang nggak ada badai kok jad

Pembelokan opini

Saya sudah lelah. Lelah kenapa ini? Oho, bukan lelah karena abis kerja rodi ya, tapi lelah dengan media masa. Jadi begini nih, kemarin-kemarin saya sudah bisa anggap itu hal yang lebih baik tidak diperhatikan, tapi lama-lama gatel juga. Beberapa waktu lalu ada teman yang share gambar, yang isinya kurang lebih begini : (saya bikin contoh paling gampang saja lah). Wartawan bertanya ke anggota dewan A: bapak, suka masakan buatan istri? Anggota dewan A: suka sih, tapi nggak favorit banget, soalnya istri jarang masak Wartawan : kalau masakan ibu janda muda depan kantor, suka? Anggota dewan A: ohh suka, itu langganan kita, kita sering makan disana Judul artikelnya akan menjadi "Anggota dewan A lebih memilih janda muda daripada istrinya sendiri". NAH LHO?!?! Relevan nggak sih judulnya? Dibaca sekilas, pasti langsung mengarah ke opini "wahh anggota dewan itu jangan-jangan selingkuh", atau bisa juga kalau yang membaca adalah orang yang suka nyinyir jadinya "yaela

Awas ketipu!

Cerita kali ini tentang penipuan. Jaman sekarang ini, makin banyak saja penipuan kreatif yang sangat berbahaya jika kita tidak cerdas. Ini bisa jadi merupakan tes cerdas-cerdasan nih. Cerdas kita apa yang nipu. Malam ini, saya tiba-tiba mendapat telpon dari satu nomer yang tidak saya kenal. Biasanya sih saya tidak mau mengangkat telpon dengan nomer yang tidak ada di list saya. Tapi kali ini saya angkat saja karena itu takutnya dari pacar saya via skype (dia sering telpon via skype tapi yang nampil nomor yang berbeda dari nomer hapenya). Ya sudahlah saya angkat saja. Tiba-tiba terdengar suara berisik sekali dari ujung sana. Terdengar suara laki-laki dengan suara agak tersedu ditengah keramaian. Kurang lebih seperti ini : A :halo halo B: halo, (dengan agak mengernyitkan dahi karena suaranya sangat asing sekali ditelinga saya) A : halo, iki aku ( dengan suara khawatir dan agak menangis) B : iki sopo? A : aku iki, aku kecelakaan B : sopo? A : iki aku dek Bratang, kecelakaan B : L

Hey Grandpa

Hey Grandpa, it's been a long time I didn't write to you. Hmm did I tell you about me, about what had happened to me recently? Guess I didn't. Now let me tell you few things in my life a bit. I moved to Surabaya since September 2015. As you know this city wouldn't be my choice at all, but 8months here I start to enjoy it. I feel fine and it is ok now. Hmm maybe because I am easy to adapt in new place. I left half of my heart in Malang. Malang will always be part of me and I always be a part of Malang. Proud to see Aremania there. Blue and Lions everywhere. But I have to leave it for now. I will be back to Malang, someday. I am now working in one of best multinational company here. Maybe you would be happy to see it. Mama and mami are happy as well. Well, I enjoy it now. It is fine. I wish I could tell you directly about it 😊 Ohh Papi, Dhea got accepted in one of best university. Where I really want to work there haha, she has this good oportunity by the way. Proud o