Sanur Jadi dulu program ini diluncurkan pemerintah untuk kasih insentif orang yang di PHK atau tidak bekerja pas pandemi. Jadi ya gw tentu saja nggak punya hak tho. Sebagai orang yang nggak punya hak, ya gw nggak ikutan lah. Trus temen gw beberapa bulan lalu bilang, ikut aja soalnya ini buat yg kerja yg mau nunjang skill juga lho. "Hah masa sih?" Yaudah pas liat oh ya bener juga, jadi gw daftar. Daftar pertama di gelombang 20 nggak lolos. Trus ya udah patah hati dah lah gausah daftar. Eh tiba-tiba minggu lalu temen gw lolos gelombang berapa gitu, lalu bilang kalau gelombang 29 udah buka. Yaudah deh ikutan aja. Eh lolos dong. Pembukaan gelombang ini termasuk cepet. Hampir tiap minggu selalu ada gelombang baru yang dibuka. Jadi daftar di gelombangnya itu selama 3 harian, pengumumannya 3 hari kemudian, lalu 3 hari kemudian udah bukaan baru. Bener-bener cepet banget. Nah temen gw yang lagi S2 nggak bisa ikutan padahal dia juga kerja sebagai pengajar. Alasannya KTP sudah terdafta
Akhir-akhir ini sedang menyelesaikan bacaan Tetralogi Buru yang mana itu (menurut gw) merupakan buku wajib untuk dibaca orang Indonesia. Semacem buku sejarah tapi bentuknya nggak keliatan kalo lagi bahas sejarah. Bahkan kata Soesilo Toer aja bilang "Pram itu, bikin buku sejarah non fiksi tapi dibikin kayak fiksi. Nah yang fiksi dia bikin kayak non fiksi. Tau Minke kan? Dia itu nyata, tokoh asli, tapi Pram aja bikinnya kayak fiksi". Statement ini semakin menguatkanku mengidolakan Nyai Ontosoroh sepenuhnya. Diawal-awal emang krasa banget kebimbangan seperti "Ini buku kisahnya beneran nggak sih? Nyata nggak sih tokohnya?" Perlahan tapi pasti jadi mikir "Ah nggak lah kalo ini fiksi, semua cerita-cerita tentang negeri ini pernah gw baca dan datanya cocok kok". Penggunaan bahasanya pun cukup sekali, tidak terlalu tua tidak terlalu muda. Standar tapi tetap kerasa klasiknya. Terjemahan Bahasa Inggrisnya pun juga asik nggak kaku seperti buku-buku lawas. Ya m