Skip to main content

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

[Book] Max Havelaar

Akhirnya kelar. Itu deh kata-kata yang pertama saya ucapkan ketika selesai membaca Max Havelaar. Dari dulu saya suka sejarah, suka banget. Cuman ya paham sendiri kan bagaimana guru sejarah yang ada disekolah, kebanyakan, nggak semua kok, itu agak bosenin. Kebanyakan kok, karena ada satu guru sejarah waktu SMA dan saya fans beratnya. Udah cantik, modis, trendi, kalau ngajar sejarah enak banget. Belajar sejarah baru kali itu terasa menyenangkan. Nilai ujian pun bagus-bagus hahahah

Kembali ke Max Havelaar. Buku ini menjadi buku incaran saya sejak SD. Karena SD masih belum paham apa-apa, Cuma mikir aja sekarang “sok pinter banget ya gue dulu, pengen baca buku beginian”. Dulu penasaran karena katanya buku ini membunuh kolonialisme. Sampai gimana banget sih sampai buku ini dilarang beredar dan pernah dilarang edar oleh pemerintah Belanda kala itu. Takut kayaknya sih mereka.

Buku ini ditulis Multatuli (nama pena dari Douwes Dekker). Oiya, kepengen punya buku ini karena yang nulis Douwes Deker, beken banget kan waktu itu ceritanya, nggak tau kenapa beken pokoknya keren aja dulu ngerasanya. Kesampaian beli ini buku akhir tahun 2014. Bayangin, belinya 2014, kelarnya april 2016. Dasar males baca.

Jadi ceritanya intinya nyeritain tentang si Multatuli yang kerja 18 tahunan sebagai Residen di beberapa daerah di Indonesia (sebut saja orang penting) pada masa itu. Beliau melihat banyak sekali penindasan dan ketidakadilan. Yaiyalah ya, namanya juga jaman penjajahan, Belanda disini 350 tahun begitu, pastilah banyak penindasan. Seolah beliau itu kasian banget ngeliat orang Indonesia jaman penjajahan dulu. Dan melakukan kritik keras melalui buku ini. (saya tidak bahas inti cerita lebih dalam, bisa nanya ke mbah google kalau soal ini). Tapi beliau emang paling nggak nyampe hati ngeliat orang menderita kok.

Menurut pengalaman saya baca buku ini, ini buku diawal ngebosenin banget. Bukan karena bukunya jelek, bukan, tapi karena saya nggak terlalu suka aja deskripsi yang panjang. Dan buku ini diawal banyak deskripsinya. Bagus kok sebenernya, untuk menggambarkan kondisi kala itu yang masih jaman 1800an. Buat saya yang lahir mendekati jaman millennium, jelas lah jaman penjajahan itu jauh dari bayangan saya (bersyukur banget lahir nggak di jaman penjajahan hehe). Penggambarannya bisa dibilang detail. Detail cerita betapa menderitanya orang-orang Indonesia kala itu.

Karena saya bacanya nggak runtut, I mean baca dari tahun 2014 sampai 2016 dan males ngulang lah ya, akhirnya ingetnya juga sepenggal-penggal. Intinya aja, bisa ngerasain gimana menderitanya deh. Nah, karena merasa kok buku ini lama banget kelarnya, berniat baja deh akhirnya. Pokoknya bulan April 2016 harus kelar. Kelar kok. Dan mendekati akhir-akhir jadi mulai merasa “Wahhh buku ini beneran deh kerennnnn”. Mulai kerasa nyambungnya dan bagusnya juga mendekati akhir. Karena memang cerita buku ini alurnya nggak kayak novel, tapi loncat sana sini yang bener-bener harus konsen biar bisa ngikutin ceritanya. Tapi beneran, di akhir itu bener-bener bisa dibilang “Pantes lah buku ini dapet penghargaan, pantes lah buku ini pernah dilarang edar, satire banget”.

Pokoknya seneng aja akhirnya kelar baca buku yang berat ini. Seneng deh. Akhirnya juga bisa bilang “Bagus”, jadi nggak nyesel nyari buku ini bertahun-tahun, nyelesein bacanya juga bertahun-tahun hehehe. Oiya, Multatuli diakui sebagai penulis yang berpengaruh pada jamannya sama kerajaan Belanda.

Baca aja Max Havelaar kalau ingin mengetahui lebih banyak gambaran penderitaan rakyat pada masa itu. Ngeri.

 

Ini ada di Belanda sana katanya
Gambar wikipedia

Buku yang dapetinnya taunan, baca juga taunan.

Comments

  1. I have that book, dan ASLI bukan bajakan *penting*

    Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huahahaha buku ini jg aseliii lhooo, nyarinya susahhh pas aku dlu pengen. Baru ketemu taun kmrn dan bacanya baru kelar taun ini hahahaha

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Mengenal Nyai, Eyang Buyut Orang Indo Kebanyakan

  Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya tentang darah campuran Eropa, saya pernah janji nulis tentang orang Indo dan Nyai, nenek buyut dari para Indo kebanyakan. Sekarang kita liat definisi dari Indo sendiri. Jadi Indo (Indo-Europeaan atau Eropa Hindia) adalah para keturunan yang hidup di Hindia Belanda (Indonesia) atau di Eropa yang merupakan keturunan dari orang Indonesia dengan orang Eropa (Kebanyakan Belanda, Jerman, Prancis, Belgia). Itulah kenapa saya agak risih mendengar orang menyebut Indonesia dengan singkatan Indo. Karena kedua hal itu beda definisi dan arti. Sekarang apa itu Nyai? Apa definisi dari Nyai? Nyai adalah seorang perempuan pribumi (bisa jadi orang Indonesia asli), Tionghoa dan Jepang yang hidup bersama lelaki Eropa di masa Hindia Belanda. Hidup bersama atau samenleven yang artinya kumpul kebo, tidak menikah. Fungsinya nyai itu apa? Fungsinya diatas seorang baboe dan dibawah seorang istri, tapi wajib melakukan kewajiban seorang baboe dan istri. Karena mem

Soal ujian TOPIK vs EPS TOPIK

Setelah membahas perbedaan TOPIK dan EPS TOPIK , kali ini saya akan menulis materi tentang apa saja yg diujikan *agak sedikit detail ya*. Pengalaman mengikuti dan 'membimbing' untuk kedua ujian tersebut, jadi sedikit banyak mengetahui detail soal yg diujikan. Dimulai dari EPS TOPIK. Jika anda adalah warga yg ingin menjadi TKI/TKW di Korea, lulus ujian ini adalah wajib hukumnya. Kebanyakan dari mereka ingin cara singkat karena ingin segera berangkat sehingga menggunakan cara ilegal. Bahkan ada yg lulus tanpa ujian. Bisa saja, tapi di Korea dia mlongo. Untuk soal EPS TOPIK, soal-soal yg keluar adalah materi tentang perpabrikan dan perusahaan semacem palu, obeng, cangkul, cara memupuk, cara memerah susu sapi, cara mengurus asuransi, cara melaporkan majikan yg nggak bener, cara membaca slip gaji, sampai soal kecelakaan kerja. Intinya tentang bagaimana mengetahui hak dan kewajiban bekerja di Korea termasuk printilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena yang melalui jalur ini