Skip to main content

Fire in the Building

Who would have thought that I  experienced fire in the building.  This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated.  That’s what I thought.  Until it really happened.  We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances.  “Oh no, something serious...

Who the hell are you?

Saya bergabung di salah satu platform internasional gitu lah sejenis media sosial juga, sebut saja seperti platform facebook, twitter dan lain-lain. Platform yang satu ini membuat saya mengenal banyak jenis orang dari seluruh belahan dunia. Dari yang tulus sampai yang cabul. Sudah tidak terhitung berapa kali saya diincar perverts. Tapi banyak juga yang informatif dan serius ingin berteman. Bahkan sampai sekarang juga masih berteman, salah satunya teman Prancis yang sedang menempuh pendidikannya di Solo. Beberapa kali juga bertemu dengan mereka. Ada yang guru sains, ada juga yang baker, ada yang masih pelajar, dan masih banyak lainnya sih ya. Seneng lah jelas, ketemu dengan mereka didunia nyata dan mereka tentu saja benar-benar nggak pervert.

Nah suatu ketika ada yang mengirim pesan pertamanya dengan menulis “Salam”, kemudian dilanjutkan dengan berbagai pernyataan. Kebiasaan saya memang jarang menulis kembali dengan ‘salam’, kecuali jika dia menyebutkan “Assalamualaikum” lengkap, barulah saya akan menjawabnya. Mungkin karena berbeda mindset ya, mungkin lho. Dia marah dan bilang kenapa saya tidak membalas salamnya. Nah salam yang gimana ini? Saya pun menjelaskan alasan saya. Eh dia nggak terima sama alasan saya, malah bilang kalau semua wanita Indonesia seperti itu. Nah lho. Salah bunda kah mengandung????????

Saya juga nggak terima dong, ini kan personal dia dan saya, kenapa main bilang kalau semua wanita Indonesia seperti itu. Kalau memang saya salah, saya tanggung jawab kok. Dia bilang kalau kebanyakan orang Indonesia yang ditanyainya tidak menjawab salamnya dan itu sudah merupakan karakter wanita Indonesia. Mungkin pas apesnya saya aja kali ya, eh dia langsung nyolot begitu. Nah saya nggak terima lah, saya orang matematika kok diajari soal ambil sampel acak. Trus saya nanya spesifiknya berapa orang? Apakah benar dari semua orang itu tidak menjawab salamnya begitu. Dia bilangnya sekitar (seingat saya) 80% dari orang Indonesia seperti itu. Wahhhh kena deh sama solotan saya. “Maaf ya, saya belajar matematika, saya mengenal dan mengetahui secara pasti matematika lebih detail dari anda, jika anda bilang 80% maka anda tidak berhak mengatakan jika semua wanita Indonesia seperti itu. Hasil riset anda tidak valid.” Oiya dia bilang itu dari riset dia, riset ala-ala. Ala kadarnya, cuman buat kepuasan dia aja. Dia juga nyinyirin Korea. Ih makin sebel deh.

Udah tau kalau si dia itu bikin ‘onar’, lahhh kok ya malah saya ladenin gara-gara riset ala kadarnya dia itu. Duh sebel deh. Gara-gara nggak terima juga sih nantangin anak matematika buat adu argument soal pengelolan riset.

Singkat kata, udah sebel kan aku, mau jawab untuk terakhir kalinya la kok akun saya diblokir lho. Saya belum kasih pembelaan apapun dia sudah blok saya. Kurang ajar kan. Udah main judge sendiri, salah, di blokir lagi. Rasanya pengen lempar bata ke muka dia. Tapi berhubung nggak kenal dia, yaudah lah lebih baik begitu aja deh. Cuman dulu sempet sakit hati gara-gara tiba-tiba dipersalahkan dan diblok. Hina dan nista.

Anyway, don’t judge the book by its cover itu kadang bener lho.

Comments

Popular posts from this blog

Fire in the Building

Who would have thought that I  experienced fire in the building.  This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated.  That’s what I thought.  Until it really happened.  We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances.  “Oh no, something serious...

Write Down Your Dreams, They Said.

Moscow Yes, all things I have and I do right now is all the things that I have written down on papers, during my sleeps, in my consciousness, in my visions. So let's do that again here.  I have another dream that I really think of. It's the thing I want to do when I have so much money, or enough money, or when money doesn't matter anymore, or who knows!  I wanna build a school for kids who can't afford to go to school. I want them to pay nothing, and I want them to learn the basic things like how to respect others, how to tell people their ideas/opinions, familiarize them with being kind, how to think logically, how to solve problems, etc. All the basic survival things in life.  I think my passion is always in education, but I don't always like to follow the old-school rules. There are so many important things we don't learn at school that I think should be taught there. Once we graduate from school, we usually don't know how to navigate life. Who taught you...

Pakai Debit Jenius di Luar Negeri

Amsterdam Central Station  Ini pertama kalinya pakai debit Jenius di luar negeri. Pemakaian ini menggunakan sumber dana EUR yang ada di aplikasi. Jadi uang yang keluar adalah uang EUR, bukan IDR.  Untuk buka rekening valas di Jenius, tinggal ditambahkan saja bagian buka akun valas lalu pilih kurs yang diinginkan. Di kasus ini gw punya rekening EUR di Jenius yang ditujukan untuk transaksi di Eropa.  Karena kemarin lagi di Belanda, akhirnya pengen coba pakai debit card Jenius karena EDC di Belanda belum tentu bisa untuk kartu kredit saja. Sebelum digunakan tentunya jangan lupa untuk menyambungkan kartu debit ke rekening mata uang asingnya biar sumber pengeluaran juga langsung dari tabungan valas itu. Tinggal klik klik aja kok. Tibalah saatnya menggunakan mata uang EUR yang sudah kubeli dari Jenius. Waktu itu gw pakainya di Schipol, di dua toko berbeda, dan keduanya nggak bisa tap langsung. Jadi harus insert kartu, tentu bukan masalah.  Karena terbiasa dengan transaksi...