Skip to main content

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Nggak Bisa Bahasa Inggris?



Bosen kali ya gw sering nulis soal beginian. Tapi kali ini (lagi-lagi) gw  liat sendiri kalo ternyata  minat generasi muda menguasai Bahasa Inggris masih jauh dari harapan. Jujur gw mulai demen Bahasa Inggris sejak SMP. SD gw ga bisa sama sekali, tapi masuk SMP semacem gw dapet ilham gitu. Belajarnya lebih gampang dan lebih nyantol aja. Karena gw juga mikir, banyak keluarga gw yang bisa Bahasa Inggris dan sebagian tinggal di Belanda sana, masa iya ntar kalo ketemu nggak bisa ngobrol kan nggak asik.

Tantangannya simple ketika kita bisa ngobrol (atau berusaha) ngobrol Bahasa Inggris, mereka yang nggak bisa dan nggak mau bicara Bahasa Inggris bakal nyinyir dan bilang kalau kamu nggak nasionalis karena nggak pakai Bahasa Indonesia. Atau kalau nggak gitu, emang Bahasa Indonesia kamu udah bagus sampai kamu belajar bahasa asing?? Screw em.

Gw sendiri levelnya masih level intermediate (6 dari 16, based on EF placement test) tapi gw masih dan tetep belajar karena target gw bisa nembus media internasional buat tulisan gw. Mana bisa nembus kan kalau levelnya masih ecek-ecek begini.

 
setengahnya ada di pos pos games. Ini duduknya nyebar nyari tempat adem 😂  

Jadi minggu-minggu kemaren gw diminta tolong sama guru favorit gw di SMA buat cariin mahasiswa asing di Malang yang bisa bantu-bantu acara outbound mereka. Gw kirain sih bakal buat beberapa bulan kedepan karena pasti gw daripada bingung nyari ya suami gw aja lah yang diminta tolong kan. Ternyata buat dua hari kedepannya. Ya bingung lah, kok semepet itu. Ternyata mereka udah deal bisa dateng tapi ternyata ada deal yang lebih menggiurkan yaitu liburan gratis ke Banyuwangi (atau Bali?). Jelas mereka batalin aja acara outbound di Kebun Raya Purwodadi ini. Nggak sopan banget kan. Kek nggak punya sopan santun aja. Gw nanya temen gw yang dulunya sering handle mahasiswa asing di kampusnya juga bilang udah nggak ada mahasiswa asing tersisa di Malang karena ini lagi liburan.

Yaudah, ternyata Bu Din malah minta gw sama temen gw dari SMP bantu-bantu. Ini semacem motivasi mereka biar mau belajar bahasa Inggris gitu. But does it work? Nggak juga. Pas gw nanya ada yang suka bahasa Inggris apa nggak, nggak ada yang jawab tuh. Semacem kek Bahasa Inggris itu momok bagi mereka. Hantu serem yang penting lulus ujian aja. Padahal jaman segini nggak bisa Bahasa Inggris? Men! nggak jaman.

 
ini nih guru SMA favorit gw, bareng temen gw dari SMP

Gw suka heran aja kenapa masih banyak anak muda yang enggan bicara Bahasa Inggris...??? Padahal kan gampangnya begini ya, kalau kamu pinter akademismu dan ingin meneruskan sekolah di luar negeri, ambil aja lah kelas internasional jadi kamu nggak perlu belajar bahasa negara tersebut (misal Jerman atau Belanda) untuk mengembangkan ilmu kamu, nggak usah lah jauh-jauh balik ke Indonesia buat memajukan bangsa, seegoisnya kamu kan hasil tersebut bakal balik lagi ke kamu. Ya nggak? Gw ada temen yang lumayan pinter eh ternyata takut ambil studi doktoratnya di luar negeri karena nggak bisa bahasa inggris. Sayang dong. Kamu cuma bakal nggelutek di tempurung kamu sendiri.

Sekarang gini deh, ambil dari sisi yang paling gampang. Misal kamu tiba-tiba ketemu bule dijalan yang nyasar, kamu maunya bantu tapi terkendala bahasa. Ya emang sih banyak applikasi bantuan bicara bahasa, tapi misal ini dalam kondisi super nggak memungkinkan. Itu bule nyasar dan ini soal hidup dan matinya, lu bisa sebenernya bantu dia tapi lu nggak bisa jelasin. Nyesel nggak lu ntar? Kalo gw sih nyesel. Padahal kita bisa berpeluang bantu mereka tapi karena nggak bisa ngobrol, ehh nggak jadi bantu.

 
yang satunya Bu Rahayu tapi kita nggak pernah diajar beliau. hobinya traveling juga 😍😎 

Diakui atau nggak, mampu berbahasa Inggris adalah standar minimal buat kamu bisa kerja enak. Ya kalau sasaran kamu kantor-kantor biasa yang nggak perlu mampu berbahasa Inggris ya tbh kamu nggak akan berkembang. Waktu kerja di Surabaya, di kantor HM. Sampoerna, gw bener-bener belajar banyak banget. Meskipun untuk produksi lokal, mereka acuannya aturan global yang pasti berbahasa Inggris. Mau nggak mau rekan kerja gw yang handle lokal juga akhirnya belajar bahasa Inggris. Sedangkan gw waktu itu handle affiliates Asia Pasific yang nggak pernah nggak pakai Bahasa Inggris sebagai bahasa utama. Kalau di kantornya sih masih banyak yang ngomong bahasa Jawa, tapi begitu meeting, nggak pernah sekalipun pakai bahasa Indonesia. Karena ada beberapa delegasi dari luar dan lagi kita lebih terbiasa ngomong bahasa Inggris daripada Indonesia untuk urusan kerja. Bayangin meeting penting dan kamu nggak bisa bahasa Inggris?

Waktu gw handle Singapura, India, Thailand, Hongkong, Bangladesh, tantangannya mereka pakai Bahasa Inggris yang sesuai logat dan aksen mereka. Kadang kita harus tebak-tebak ini itu. Jadi akhirnya juga bikin curi-curi kesempatan belajar bahasa mereka yang biasa mereka pakai, yang dasar aja deh misal apa gimana kenapa. Karena serius, ngobrol kerja internasional tapi nggak bisa bahasa Inggris bisa bikin salah kerja. Kerjaan jadi amburadul dan nggak beres-beres. Pernah dapet kasus yang keliru persepsi gara-gara dia salah pakai kata-kata dalam Bahasa Inggris. Itu bisa fatal banget.

Jadi gw gatau ya kenapa kalian nggak suka ngomong bahasa Inggris. Mungkin kalian nggak mau berkembang? Nggak mau mengenal budaya dan attitude orang luar Indonesia? Nggak mau tau urusan luar? Malu karena bikin kesalahan dalam prakteknya? atau malu di cap nggak nasionalis?? Percaya deh sama gw, bisa bahasa asing bukan berarti lu nggak nasionalis. Jangan ada di tempurung terus menerus. Negeri ini butuh orang berani. Salah satu cara ya kamu berani 'menjual' negeri mu demi kemajuan negeri ini. Lah kalo kamu nggak berani bicara, gimana orang lain bakal mengenal kamu? Misal kamu ternyata punya terobosan penting untuk kemajuan dunia atau handle plastic waste yang udah mengerikan gini, tapi kamu nggak berani jual dan promosiin karya kamu ke negara lain.... ya udah terobosan itu bakal jadi another waste yang nggak bernilai apa-apa.

 
udahlah yang penting brani ngomong dulu, salah bener urusan belakangan yang penting berani ngomong dulu. ntar lama-lama jg kamu paham salahnya dimana dan bakal perbaiki itu 😁

Bukan gw ngajari buat nggak cinta negeri ini, justru dengan begitu kalian bisa menunjukkan secinta apa kamu terhadap negeri ini. Masa sih semua orang tau Amerika itu dimana, Belanda itu gimana, atau Australia itu kek gimana, tapi masih banyak orang yang bilang 'Indonesia? gw nggak tau Indonesia, gw taunya Bali'. Men! Itu udik banget.

Jadi gw bener-bener berharap banget sama kalian yang baca ini, tanpa mengurangi rasa hormat gw ke kalian yang begitu cinta tanah air, plis jangan nyinyirin orang yang sedang berjuang untuk belajar bahasa Inggris. Jangan dikit-dikit bilang nggak nasionalis, atau bahasa Indonesia lu udah bagus apa belom (FYI, orang Inggris pun bahasa Inggrisnya juga nggak bagus-bagus amat. Lebih bagus orang yang belajar Bahasa Inggris karena lebih paham gramatika bahasa). Jujur aja, bahasa Indonesia suami gw di poin-poin tertentu jauh lebih bagus dan lebih menjiwai daripada Bahasa Indonesia gw karena gw native speaker sedangkan suami gw belajar bahasa Indonesia dengan baik dan benar (meskipun bahasa dia masih crappy lol). Di poin tertentu juga, waktu gw nanya Bahasa Belanda ke suami gw, dia bingung ga bisa jawab karena dia native speaker yang terbiasa menggunakan bahasanya tanpa tau grammarnya sebenernya gimana.

Percayalah, practice makes perfect. Yang penting kalian sadar dulu betapa pentingnya bisa ngomong bahasa internasional dan itu tidak mengurangi nasionalisme yang kalian miliki. Kecuali kalau kalian emang nggak nasionalis, ya beda cerita 😂 Tapi tolonglah berusahalah juga. Generasi milenial harus menerima tantangan ini dong!!!

PS: Special thanks to Bu Din and Sunan for this event. Eventhough I didn't help much but sharing with you is always great and I am glad we're (always) in the same page lol! And Bu Rahayu who picked me up 😊
PS Lagi : Sebenernya kita nggak bener-bener bantu banget sih, cuma have fun aja disana 😄

Comments

  1. Pengin bisa ya ngomong. La mbok pintere koyok ngopo orag muni yo tetep ora iso. Aneh emang orang-orang ini. Mau bisa bahasa inggris kok gak pernah praktek. Sampek bodo kucing yo tetep rag iso.

    ReplyDelete
    Replies
    1. anu mas, malu biasae. trus takut diintimidasi temennya yang bisa atau yang nggak bs juga. pernah denger gak "Duh ojo keminggris, salah2 ae ngomong inggris. gak isin ta?" pernah gak? soale bentuk intimidasi kek gt yg srg bkin org jd wegah ngomong :/

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Mengenal Nyai, Eyang Buyut Orang Indo Kebanyakan

  Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya tentang darah campuran Eropa, saya pernah janji nulis tentang orang Indo dan Nyai, nenek buyut dari para Indo kebanyakan. Sekarang kita liat definisi dari Indo sendiri. Jadi Indo (Indo-Europeaan atau Eropa Hindia) adalah para keturunan yang hidup di Hindia Belanda (Indonesia) atau di Eropa yang merupakan keturunan dari orang Indonesia dengan orang Eropa (Kebanyakan Belanda, Jerman, Prancis, Belgia). Itulah kenapa saya agak risih mendengar orang menyebut Indonesia dengan singkatan Indo. Karena kedua hal itu beda definisi dan arti. Sekarang apa itu Nyai? Apa definisi dari Nyai? Nyai adalah seorang perempuan pribumi (bisa jadi orang Indonesia asli), Tionghoa dan Jepang yang hidup bersama lelaki Eropa di masa Hindia Belanda. Hidup bersama atau samenleven yang artinya kumpul kebo, tidak menikah. Fungsinya nyai itu apa? Fungsinya diatas seorang baboe dan dibawah seorang istri, tapi wajib melakukan kewajiban seorang baboe dan istri. Karena mem

Soal ujian TOPIK vs EPS TOPIK

Setelah membahas perbedaan TOPIK dan EPS TOPIK , kali ini saya akan menulis materi tentang apa saja yg diujikan *agak sedikit detail ya*. Pengalaman mengikuti dan 'membimbing' untuk kedua ujian tersebut, jadi sedikit banyak mengetahui detail soal yg diujikan. Dimulai dari EPS TOPIK. Jika anda adalah warga yg ingin menjadi TKI/TKW di Korea, lulus ujian ini adalah wajib hukumnya. Kebanyakan dari mereka ingin cara singkat karena ingin segera berangkat sehingga menggunakan cara ilegal. Bahkan ada yg lulus tanpa ujian. Bisa saja, tapi di Korea dia mlongo. Untuk soal EPS TOPIK, soal-soal yg keluar adalah materi tentang perpabrikan dan perusahaan semacem palu, obeng, cangkul, cara memupuk, cara memerah susu sapi, cara mengurus asuransi, cara melaporkan majikan yg nggak bener, cara membaca slip gaji, sampai soal kecelakaan kerja. Intinya tentang bagaimana mengetahui hak dan kewajiban bekerja di Korea termasuk printilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena yang melalui jalur ini