Skip to main content

Sustainable Way to "Dump" our Waste

Sticker from eco-bali recycling October is funny month. We have this crisis of burning landfield in Bali, and they haven't pick up my trash for 2 months. Probably over two months now. We're like "Okay it's time to swap to the sustainable options" Yea we've been thinking about composting, but I do not know where to start. Because, you know, when you did it wrong it can be stinky and worm-y and not working out well. Turns out, they have composting company that provide the bin, the pickup, and even got the compost back monthly or per 6 months. I did not know that but of course my husband found it and planned to sign up for it.  The week where we had that plan on mind, suddenly in the morning there was a guy from this company came to our house delivering the composting bin. "No we did not order this, yet" Apparently the neighbor ordered their service but they got the address wrong. The next day, the same guy came again, brought his empty composting bin f

Setengah Belanda


Kemarin, saya kembali berbicara dengan cucu dari kakaknya nenek saya. Bingung nggak? Hahaha

Oke, jadi begini ceritanya, 

Mama dari nenek saya itu seorang Indo. Saya panggilnya mami. Catet ya, Indo bukanlah Indonesia, tapi Indo adalah anak keturunan Indonesia dan negara lain (yang kebanyakan ras kaukasoid), misal Indonesia - Belanda yang paling beken, atau Indonesia – Jerman. Nanti deh saya tulis terpisah soal ini ya.
Kembali ke nenek buyut, mamanya mami yang Indo ini menikah dengan orang Belanda. Ceritanya kakek buyut ini seorang prajurit Belanda di sini. Menikahlah mereka berdua. Jadi nenek buyut yang aslinya sendiri sudah Indo, menikah dengan orang Belanda, lahirlah dua orang anak. Yang pertama laki-laki, yang kedua perempuan (nenek saya). Erich Carl (Booley) von Bannisseth dan Rita von Bannisseth (yang kemudian menjadi Rita Herawati). 

dari Kiri ke kanan : papi (kakek saya), kakak ipar mami (nenek), mami (nenek), kakaknya mami

Anak laki-lakinya akhirnya balik ke Belanda, yang perempuan tinggal di Indonesia. Terpisahlah mereka ribuan mil. Dengan masa yang masih belum canggih-canggih bener, mereka hanya komunikasi lewat surat, telepon beberapa bulan sekali, atau hanya ketika mereka pulang ke Indonesia. 

Komunikasi tidak intens seperti saat ini.

Beberapa lamanya mereka hilang kontak, karena kami pun pindah rumah dan belum sempat memberikan kabar kepindahan, hingga salah satu keluarga dari klan mamanya nenek ini memberikan kabar ke keluarga Belanda. Kami hanya bertukar surat beberapa kali saja. Benar-bener hilang kontak. Sampai pada akhirnya ada surat yang datang dari Belanda, memberikan kabar kematian kakak dari mami ini. 

Setelah saya balas suratnya, saya sertakan alamat email dengan tujuan memudahkan untuk berkomunikasi lebih lanjut. Tahun itu 2014. Akhirnya saya dan cucunya memulai komunikasi kembali. Karena ketidakpedulian saya terhadap sosmed yang namanya facebook gara-gara terlalu banyak orang random, akhirnya tiap pesan yang masuk yang tidak di friend list akhirnya saya ignore dong. disinilah letak kebodohanku.

Minggu kemarin iseng buka-buka dan ternyata, ada pesan Allysa di FB saya. Allysa adalah cucu dari anak pertamanya opa Booley ini. Syok lah saya, akhirnya saya bales pesan taun 2014 itu kemaren. 3 taun ngendap di inbox paling bawah hahahaha

Kita mulai lagi bercengkerama Indonesia – Belanda. Ehh ternyata adekku yang nomer 2 juga dihubungi sepupunya Allysa ini. Cucunya opa Booley yang lainnya. Wessss ngobrol lah kita smua ya. Kontak terjalin lagi. Yang bikin sedih, mami memulai komunikasi dengan keluarga yang jauh baru setelah kakaknya meninggal. Jadi tiap kali kita ngobrol gitu, mami jadi sedih terus. Apalagi liat istri kakaknya yang makin kurus.

But at least, we start to talk again 😄

Comments

  1. adiknya alm mbah utiku juga ada yg di Dieren. tapi alhamdulillah komunikasi lancar tapi klo Nelpon pas tengah malem. iy kadang keluarga di sini juga sedih mbak karena lihat ybs pengen bisa ke indo tp blm bisa. tp yg penting silaturahim tetap terjaga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kalo tengah malem sana pas dinner haha. Sekarang sih udah mulai kontak lg jd gak keputus lg hubungannya. Lebih gampang jg kan skrg, thanks to internt haha

      Delete
  2. Alhmdlh ya, walaupun terpisah jauh masih bisa kontak kontakan. Masih bisa saling berhubungan. Kalo kami, sedikit menyedihkan. Hilang kontak, padahal masih sesama di Indonesia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba dikontak lagi, sekarang mah serba connected kalo udah kena internet. Sayang lho kl putus hubungan gt

      Delete
    2. Masalahnya mereka di Kampoeng nan tak terjangkau inet atau mereka tidak kenal yang namanya net. Hanya kadang ada sodara yang kirim kabar. Jadi tau berita ya, lewat sodara yang pulkam kesana aja.

      Delete
    3. Wahh susah ya kalo kayak gitu. Harus bener2 datang ya

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

Gojek ke bandara juanda

While waiting, jadi mending berbagi sedikit soal gojek. Karena saya adalah pengguna setia gojek, saya pengen cobain ke bandara pake gojek. Awalnya saya kira tidak bisa *itu emang sayanya aja sih yang menduga nggak bisa*, trus tanya temen katanya bisa karena dia sering ke bandara pakai motornya. Nah berarti gojek bisa dong?? Sebelum-sebelumnya kalo naek gojek selalu bayar cash, tapi kali ini pengen cobain top up go pay. Minimum top up 10ribu. Jadi saya cobain deh 30ribu dulu. Eh ternyata lagi ada promo 50% off kalo pake go pay. Haiyaaaaa kenapa ga dari dulu aja ngisi go pay hahaha. Dari kantor ke bandara juanda sekitar 8km. Kantor saya sih daerah rungkut industri. Penasarannn banget ini abang mau lewat mana ya. Tertera di layar 22ribu, tapi karena pakai go pay diskon 50% jadinya tinggal 11ribu. Bayangin tuhh... pake bis damri aja 30ribu hahaha. 11ribu udah nyampe bandara. Biasanya 15ribu ke royal plaza dari kantor haha. Lagi untung. Bagus deh. Nah sepanjang perjalanan, saya mikir ter

[Piknik] Prambanan lagi

Salah satu pesona Jawa Tengah adalah Candi Prambanan. Saya sudah 3 kali berkunjung ke situs warisan dunia ini. Candi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan jogja ini selalu menimbulkan kesan mistis bagi saya. Terletak tak jauh dari jalan raya, sehingga mengunjunginya pun sangat mudah. Berbeda dengan Candi Borobudur yang letaknya sangat jauh dari jalan raya besar.  Ok, menurut saya ada 3 cara menuju candi ini. Menggunakan bus transjogja, taksi, dan kendaraan pribadi. Bagi yang menggunakan transjogja, saya pernah menggunakannya berangkat dari daerah kampus UNY, daerah Depok Sleman. 1 kali transit, 2 kali berganti bus. Dengan harga transjogja yang kala itu, 2014, seharga 3500 rupiah. Tapi sampai saat ini masih sama harganya, menurut info dari teman. Lokasi shelter bis berada agak jauh dari pintu masuk lokasi candi, mungkin kira-kira 500meter sampai 1kilometer. Kalau jalan, menghabiskan waktu sekitar 15-20menit. Bisa juga naik becak untuk opsi yang lain. Lagi-lagi, jangan lupa men

[Book] Dunia Cecilia

'apakah kalian membicarakan hal semacam itu di surga?' 'tapi kami berusaha tidak membicarakannya dekat-dekat Tuhan. ia sangat sensitif terhadap kritik' Yap, sepenggal dialog antara Cecilia dan malaikat Ariel. Saya mengenal Jostein Gaarder sejak kuliah. Ehhhh 'mengenal' dalam artian kenal bukunya ya, kalo bisa kenal pribadi mah bisa seneng jingkrak-jingkrak hehehe. Jadi karena teman saya mendapat tugas kuliah membaca satu novel filsafat berjudul Dunia Sophie, saya jadi sedikit mengetahui si bapak Gaarder ini. Enak ya tugasnya anak sastra baca novel, tugas anak matematika ya baca sih, tapi pembuktian kalkulus -_- Dunia Cecilia ini buku pertama Jostein Gaarder yang saya baca, karena buku Dunia Shopie sangatlah berat berdasar review teman saya. Saya sih nggak perlu baca buku itu karena teman saya sudah benar-benar mahir bercerita. Jadilah saya sudah paham bener cerita Dunia Sophie tanpa membacanya. Novel ini atas rekomendasi teman saya, dia bilang kala