Sebagai pelaku kawin campur, meterai adalah hal kecil yang sering kali luput karena dikit-dikit tempel meterai untuk perihal pengajuan visa. Seringnya beli satu, dua taro dompet, eh nggak tau keselip di mana. Belum lagi kalau ternyata setelah dokumen dicetak - ditempel matere - lalu ditandatangani - kemudian discan, ini prosesnya kayak berulang banget dan bisa berkali-kali karena salah tanggal atau orang yang dituju atau dokumen udah keburu expired. Udah kecil, nggak murah, sering ilang pula wkwkwk. e-meterai mulai diluncurkan tahun 2021. Gw belum pernah coba karena jujur masih bingung apa iya ini imigrasi nanti nerima e-meterai gw? Hingga hari ini, Januari 2023 gw harus kirim dokumen bermeterai untuk update alamat gw sebagai penjamin visa. Iya, nggak bisa via website langsung, harus kirim permohonan via email yang dilengkapi dokumen permohonan dg tanda tangan di atas meterai. Hah hoh karena nggak ada printer di rumah, kalau ngeprint cuma perlu sebiji. Meterai udah ga ada juga. Akhir
Akhirnya jumat kemarin ambil juga kelas Bahasa Belanda secara resmi LOL. Ini demi bertanggungjawab ke diri sendiri dan juga demi konfirmasi tentang banyak hal yang tidak bisa dikonfirmasikan ke mertua karena ya mereka hanyalah native speakers yang kurang paham soal literatur. Sama lah seperti kita yang ditanya soal bahasa Indonesia pasti juga mikir dulu.
Oh iya, kelas bahasa ini gw ambil ditempat gw ngajar. Mumpung lah. Gw ambil kelas dari dasar dulu, meskipun banyak darinya sudah kupahami tapi mending belajar dari awal, menyamakan persepsi aja biar teratur lah ya.
Nah, karena gw ngomong sehari-hari (bahasa asing) pakai bahasa Korea, Inggris, dan juga pasif Jerman, mau ga mau bahasa ini mempengaruhi cara belajar Bahasa Belanda gw. Gampangnya ya, Bahasa Korea nya iya itu kan "Ne", sedangkan "Nee" dalam Bahasa Belanda itu artinya Nggak. Jadi sering banget gw maunya bilang "Ja" tapi malah bilang "Ne" karena mix sama Bahasa Korea. Nah pas mau ngomong "nggak" pakai Bahasa Belanda, gw salah ngomong pake "Nein" (bahasa Jerman).
Lebih sering lagi gw mix sama cara pengucapan Bahasa Jerman. Karena udah terlalu nyantol dipikiran kalau dua bahasa ini agak mirip. Misal mau bilang "Vriend" (dibaca : Frin) dalam Bahasa Belanda eh malah yang keluar cara ngomongnya "Freund" (baca : Froin). Dan banyak lagi lainnya. Apalagi kemarin temen gw ngajar bilangnya kalo logat gw krasa kek logatnnya Orang Jerman. Mungkin aja karena gw lama banget nangkring bareng orang-orang yang ngomong bahasa itu, dan juga mertua gw kan tinggalnya nggak jauh dari Jerman juga. Jadi ya latah. Gw gampang latah kok.
Tapi soal kosakata, nggak perlu khawatir. Beruntungnya banyak bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Belanda. Jadi ya nggak terlalu PR banget kalo soal ini. Ada tas, tegel, dongker, wastafel, klompen, kantoor, gratis, hem, portret, bioskop (bioscoop), dan banyak lagi lainnya. Cari aja sendiri lah. Biasanya pas ngobrol sama mertua, mereka bingung cari bahasa Inggrisnya apa eh ternyata lebih mirip bahasa Indonesia malahan. Jadi ya di sisi ini jauh lebih mudah 😁
Jadi sepertinya salah satu target tahun ini bisa ngobrol sama mertua pake Bahasa Belanda bakalan tercapai karena merekalah terutama papa mertua yang paling semangat kalo bisa ngobrol pake bahasanya 💓
Semangat bebeb
ReplyDeleteAkhirnya
DeleteNah udah muncul sekarang kolom komentar nya, siip.. Jadi bisa nambah ilmu di blog ini.
ReplyDeleteMbak prisca jago bahasa asing ihh, saya ngiri, bahasa yg saya kuasai hanya bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia itupun gak sempurna masih campur aduk, hehe..
Nah iya mang jadinya template nya rusak :(
Deletemakasih infonya lho mang. jd harus ganti template ngatur lagi dari awal smuanya haha
haha kita smua kalo ngomong bahasa indonesia pasti masih dicampur aduk sama bahasa lokal mang, saya juga campur-campur. terbukti di tulisan blog ini hahah!
Belajar bahasa itu candu :D
Wahaaa, semangat ya Mba :D dirimu sudah belajar Belanda saja, sementara saya baru belajar Inggris :D
ReplyDeleteWeeehhh semangat ya belajar bahasa inggrisnya. Cpet cas cis cus de ya 😆
Delete