Skip to main content

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Santai Di Ubud

  
jalesveva jayamahe. taken at Ketapang 

Another bucket list, Ubud.

 
bye Java, hi Bali

Setelah menyambangi Banyuwangi, kita sepakat nyebrang lautan menuju Singaraja. Beruntungnya kita datang pas ada festival budaya di Singaraja, sekalian nyambangi teman kuliah yang juga baru nikah di bulan yang sama. Short meet up gitu ceritanya. 

Di Singaraja kita cenderung tidak melakukan banyak hal, karena baru tiba di Singaraja sekitar jam 2 siang (Gilimanuk - SIngaraja sekitar 3 jam). Sampai hotel istirahat sebentar, makan, trus jalan-jalan sekitar hotel yang mana itu juga satu tujuan wisata budaya, sejarah tapi nggak sesuai ekspektasinya HJ. Jadilah kita cuman nikmatin festival budaya aja.

 
old harbour 

 
sunset from Singaraja

Besoknya, kita meluncur ke Ubud. Kita super bingung gimana caranya ke Ubud karena di Singaraja minim transportasi umum. Bahkan teman saya yang sudah 2 tahun di Singaraja aja nggak paham-paham bener. Tanya resepsionis hotel, eh jawabannya nggak memuaskan sama sekali. Jadilah kita tanya orang lain dan mereka bilang harus carter angkot ke Lovina, trus dari sana bisa naik shuttle bus. Shuttle bus yang terkenal dan lumayan affordable disana itu salah satunya Perama tour. Ga pake babibu deh, angkot yang saya carter hargnya 60ribu nggak bisa ditawar. Sambil mbatin ini, 'angkot rasa bluebird' haha. Tapi yaudah anggep aja itu emang naik taksi di Surabaya. Trus kita ke Perama langsung beli aja tiket ke Ubud, per orangnya 125ribu kalau nggak salah sih. Nggak mahal kok, daripada harus carter mobil travel seharga 700ribu kan mending ini. Lagi nggak musim liburan jadinya di dalem mobil cuman kita berdua aja sampai di Kintamani baru ada 2 bule yang diambil. Cek aja websitenya Perama tour, jangan lupa telpon dulu takutnya udah fully booked.

Apa yang kita lakukan di Ubud selama 4 hari? Bersante kek di pante. Apalagi cobak? Hari pertama jalan santai di sekitaran Ubud, makan, ngopi, karena emang sampenya siang menjelang sore. Hari berikutnya barulah kita sewa sepeda instead of motor. Karena sebenernya yang ada di bucket list saya itu bersepeda di Bali/Lombok, nah selama di Gili nggak kesampean naek sepeda karena emang nggak seberapa nyaman pake sepeda daerah pante gitu, jadilah disini harus bersepeda. Padahal endingnya kita ngos-ngosan, HJ enak bener kalo sepedaan because he is Dutch! Sewa sepedanya 50ribu/hari. Lokasinya sekitaran homestay, btw kita nginep di homestay yang pemandangannya kearah hutan monyet itu. Suasanya hemm bikin pengen pindah ke Ubud. Harganya semalem sekitar 350-400ribu. Sarapan paginya, HJ suka pancake nya. Enak pokoknya disitu.

  
pemandangan tiap pagi depan kamar

Nah pas keliling itu, kita rencana ke Campuhan kan, ternyata udah terlalu siang dan daripada nggak menikmati akhirnya kita batalkan dan kita cuman muter-muter aja sekitaran Ubud. Baru malemnya liat Legong. Aduhaiiiiiii!

 
sunrise from Tjampuhan

Barulah besoknya kita bangun pagi bener, dan langsung jalan ke campuhan. Parkir sepedanya di depan pura situ, lanjut walking tour. Enak lho berangkat pagi-pagi. Seger banget. Jalan mulai jam setengah 7 dan sampai di titik yang ada di campuhan sekitar jam 8. Lumayan sih. Kita sarapan sebentar, trus lanjut jalan lagi dan itu jalan di kombinasi dari 2 walking tour. Jadilah semakin jauh dan absurd dong. But we did enjoy it. Setelah muter lumayan jauh, akhirnya kita sampai lagi ke tempat parkir sepeda, jam 10 lebih.

 
tegalalang, meskipun bukan di tegalalang yang beken itu, tapi ini juga di tegalalang kok. 

 

  

 

Balik lah kita ke homestay, mandi, trus tidur lagi. Bangun jam 1 buat 'late breakfast' (not even brunch hahaha), trus santai lagi di balkon depan kamar sambil liat-liat walang, jangkrik, tupai, burung, pokoknya hewan aneh-aneh pada lewat depan kamar deh. termasuk gw didatengin sama anjing lucuuuuu banget tapi gw takut, dia terlalu ramah ngasih tangannya 😂😓 bojoku ngguyu wae ndelok bojoe wedi asu!

 
typically Balinese

Hari terakhir, kita terbang dari Denpasar ke Malang langsung. Tau nggak kalo ke Malang dari DPS itu pesawatnya pake baling-baling gede kek baling-baling bambunya Doraemon??? Itu serem tauk! Eh tapi sisi positifnya, kita bisa liat Semeru yang super tinggi banget! Bener-bener tinggi banget! Sampe saya sih bilang ke HJ, 'Sayang, kita nggak usah mendaki Semeru lah ya, wong kita udah liat Semeru dari ketinggian ini' --- making excuse gara-gara capek nggak ketulungan pas ke Ijen 😂

Oiya kita juga pake Perama dari Ubud ke DPS, karena jadwalnya bakal telat untuk drop ke bandara. yaudah stop di Legian, ngopi cantik bentar, trus naek taksi ke bandara 15 menit aja. Perama bakal kasih member card lho di hari pertama pembelian, dan selanjutnya kita bakal dikasih diskon 5% apa 10% gitu kalo order lagi pake kartu itu. Apa nggak sumringah si istri ini dapet diskonan haha

Mendarat di Malang... gw nggak tau itu kenapa bandara di Malang itu posisinya ditengah kebun tebu sih? serem bener kalo sepi malem-malem gitu.

Comments

  1. congrats for you both

    eh ini aku liat old harbour di singaraja itu kan disana ada pura besar banget, nah tepat di belakang pura itu rumah orang tua aku.. alias kampungaku laa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. pura sebelah mananya klenteng may?

      Jadi kamu asli singaraja ya?

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Mengenal Nyai, Eyang Buyut Orang Indo Kebanyakan

  Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya tentang darah campuran Eropa, saya pernah janji nulis tentang orang Indo dan Nyai, nenek buyut dari para Indo kebanyakan. Sekarang kita liat definisi dari Indo sendiri. Jadi Indo (Indo-Europeaan atau Eropa Hindia) adalah para keturunan yang hidup di Hindia Belanda (Indonesia) atau di Eropa yang merupakan keturunan dari orang Indonesia dengan orang Eropa (Kebanyakan Belanda, Jerman, Prancis, Belgia). Itulah kenapa saya agak risih mendengar orang menyebut Indonesia dengan singkatan Indo. Karena kedua hal itu beda definisi dan arti. Sekarang apa itu Nyai? Apa definisi dari Nyai? Nyai adalah seorang perempuan pribumi (bisa jadi orang Indonesia asli), Tionghoa dan Jepang yang hidup bersama lelaki Eropa di masa Hindia Belanda. Hidup bersama atau samenleven yang artinya kumpul kebo, tidak menikah. Fungsinya nyai itu apa? Fungsinya diatas seorang baboe dan dibawah seorang istri, tapi wajib melakukan kewajiban seorang baboe dan istri. Karena mem

Soal ujian TOPIK vs EPS TOPIK

Setelah membahas perbedaan TOPIK dan EPS TOPIK , kali ini saya akan menulis materi tentang apa saja yg diujikan *agak sedikit detail ya*. Pengalaman mengikuti dan 'membimbing' untuk kedua ujian tersebut, jadi sedikit banyak mengetahui detail soal yg diujikan. Dimulai dari EPS TOPIK. Jika anda adalah warga yg ingin menjadi TKI/TKW di Korea, lulus ujian ini adalah wajib hukumnya. Kebanyakan dari mereka ingin cara singkat karena ingin segera berangkat sehingga menggunakan cara ilegal. Bahkan ada yg lulus tanpa ujian. Bisa saja, tapi di Korea dia mlongo. Untuk soal EPS TOPIK, soal-soal yg keluar adalah materi tentang perpabrikan dan perusahaan semacem palu, obeng, cangkul, cara memupuk, cara memerah susu sapi, cara mengurus asuransi, cara melaporkan majikan yg nggak bener, cara membaca slip gaji, sampai soal kecelakaan kerja. Intinya tentang bagaimana mengetahui hak dan kewajiban bekerja di Korea termasuk printilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena yang melalui jalur ini