Skip to main content

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Lagi-lagi plastik



Saya sudah sejak lamaaaaa sekali membiasakan diri tanpa tas plastik a.k.a kresek. Sekalipun masih pake dulu itu, saya cuman pake satu aja kresek, barang yang lainnya nebeng di kresek gede yang satu itu. Itu aja udah dapet pandangan seolah ‘ih, hemat banget sih, masa dikasih kresek gratis aja nggak mau’. La emang kasian buminya. Kamu kamu aja yang nggak sayang bumi kalo ngasih pandangan kayak gitu ke aku. 

Nah karena sudah terbiasa dengan tas sendiri, atau kalau barangnya kecil ya nggak perlu dikasih kresek, jadi bikin saya terbiasa mendapat pandangan seperti itu. Apalagi si mas juga paling banter koar-koar kalo saya beli di minimarket dan nggak sengaja kreseknya udah dikasih padahal saya nggak minta sih. ‘Hun, no, save earth’. Iyoooo iyo sayanggggg.


gambar pinjam sini



Beberapa waktu yang lalu, saya membeli sebuah kotak makan bayi. Yang sekotak gede itu lho. Itu kan lebih enak ya kalo bawa tanpa kresek mengingat saya juga sudah bawa tas belanja saya. Selalu ada di tas saya deh itu tas belanjaan. Nah saya reflex ambil barangnya setelah dibayar. Nah kemudian :

‘Mbak saya masukin kresek dulu’

‘Oh nggak usah mbak, saya bawa tas sendiri kok’

‘Lho nggak papa mbak, kreseknya nggak bayar kok ini’

Dalam hati : Fak ni orang, bukan gara-gara bayarnya kali. Plastik cuman dua ratus aja nggak bakal rugi kalo bayar. Tapi kan ini masalah mengurangi plastik tho. Ya akhirnya saya bilang lagi …

‘Nggak papa mbak, bukan masalah bayarnya’

‘Mbak nanti kalo turun dikira belum bayar sama satpam yang dibawah’

Ya gustiiiii kenapa susah banget sih mau belajar tidak membebani bumi. Sekarang logika deh ya, yang penting kan tempelin aja bonnya di barang yang saya beli. Udah kan beres. Kalo satpam nanya ini udah bayar apa belom kan udah ada struknya. Kenapa mesti ribet sih? 

Tapi karena saya laper waktu itu, lemes, yang memandang aneh juga nggak satu dua, daripada juga bikin temen malu ya, yoweslah ngalah akhirnya. Dengan lemesnya bilang ‘yawes lah mbak, nih kresekin, mau nyelametin bumi aja nggak ada yang dukung’. 

Saya itu paling nggak suka kalau kegiatan saya menolak plastik itu karena bayar 200 rupiah. Hello… saya nggak pelit kok, tapi ya buat apa bayar 200 dan membebani bumi kalo kita bisa bawa dan pake tas sendiri kan?????? Mikir dong! Gimana bumi kalian ini bisa sehat kalau kalian supply plastik tiap hari. 

Duh maaf emosi… karena sejatinya kita sudah berusaha keras, keluarga dan lingkungan sekitar sudah mendukung dan saling dukung tapi…… manusia-manusia diluar sana masih berpendapat ‘Hey, ini cuman 200 lho! Murah tauk! Krupuk aja paling kecil 500’

Semoga hati kalian dicerahkan yang maha pemilik segalanya!

Comments

  1. Welcome to the world !

    We live in plastic addict country......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Plastic adiiicccttttttt adict bangeeetttt apa2 plastic sampek beras aja plastik hahaha

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Mengenal Nyai, Eyang Buyut Orang Indo Kebanyakan

  Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya tentang darah campuran Eropa, saya pernah janji nulis tentang orang Indo dan Nyai, nenek buyut dari para Indo kebanyakan. Sekarang kita liat definisi dari Indo sendiri. Jadi Indo (Indo-Europeaan atau Eropa Hindia) adalah para keturunan yang hidup di Hindia Belanda (Indonesia) atau di Eropa yang merupakan keturunan dari orang Indonesia dengan orang Eropa (Kebanyakan Belanda, Jerman, Prancis, Belgia). Itulah kenapa saya agak risih mendengar orang menyebut Indonesia dengan singkatan Indo. Karena kedua hal itu beda definisi dan arti. Sekarang apa itu Nyai? Apa definisi dari Nyai? Nyai adalah seorang perempuan pribumi (bisa jadi orang Indonesia asli), Tionghoa dan Jepang yang hidup bersama lelaki Eropa di masa Hindia Belanda. Hidup bersama atau samenleven yang artinya kumpul kebo, tidak menikah. Fungsinya nyai itu apa? Fungsinya diatas seorang baboe dan dibawah seorang istri, tapi wajib melakukan kewajiban seorang baboe dan istri. Karena mem

Soal ujian TOPIK vs EPS TOPIK

Setelah membahas perbedaan TOPIK dan EPS TOPIK , kali ini saya akan menulis materi tentang apa saja yg diujikan *agak sedikit detail ya*. Pengalaman mengikuti dan 'membimbing' untuk kedua ujian tersebut, jadi sedikit banyak mengetahui detail soal yg diujikan. Dimulai dari EPS TOPIK. Jika anda adalah warga yg ingin menjadi TKI/TKW di Korea, lulus ujian ini adalah wajib hukumnya. Kebanyakan dari mereka ingin cara singkat karena ingin segera berangkat sehingga menggunakan cara ilegal. Bahkan ada yg lulus tanpa ujian. Bisa saja, tapi di Korea dia mlongo. Untuk soal EPS TOPIK, soal-soal yg keluar adalah materi tentang perpabrikan dan perusahaan semacem palu, obeng, cangkul, cara memupuk, cara memerah susu sapi, cara mengurus asuransi, cara melaporkan majikan yg nggak bener, cara membaca slip gaji, sampai soal kecelakaan kerja. Intinya tentang bagaimana mengetahui hak dan kewajiban bekerja di Korea termasuk printilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena yang melalui jalur ini