Skip to main content

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Makanan dan Bahasa Pengobat Rindu Kampung


Gw demen banget makan atau cobain makanan baru. Sebenernya lebih ke lidah gw aja gampang nerima rasa baru dari makanan selain Indonesia. Tapi ketika jauh dari rumah, akhir-akhir ini gw sering tiba-tiba craving makanan Indonesia. Kayak susah ditahannya aja. Apalagi waktu sebulan di sana, rasanya tiap hari pengen nangis gara-gara pengen makan sambel coba.

Tempat yang kebetulan sering banget gw datengin ya Dubai. Di sana kita udah nemu satu restoran Indonesia yang rasanya Indonesia banget. Seleraku namanya. Kenapa gw bilang Indonesia banget? Cuko pempeknya nggak kalah dari Pempek Palembang asli. Bakso Malangnya, ehmmmmmm mantep! Makanan yang lainnya tentu saja nggak kalah rasanya. 

Bakso Malang

Kemarin, terakhir kali gw ke sana, kebetulan bareng dengan banyak orang Indonesia. Kayak mereka ngumpul-ngumpul bareng gitu. Ada yang ngerayain ulang tahun, ada yang ngerayain hal-hal kecil dalam hidup, ada yang sekedar melepas rindu kampung halaman untuk sekedar memuaskan lidah untuk makan dan berbicara bahasa ibu. 

Dari pengalaman gw makan masakan Indonesia di luar negeri, pemilik rumah makan akan selalu menjamu tamunya secara personal. Mereka lebih seperti tuan rumah yang menjamu tamu. Pun begitu dengan Seleraku. Kita beberapa kali berbincang juga. 

Kebayang nggak, senangnya mereka yang jauh dari rumah bisa sekedar berbagi cerita tentang gimana sukanya mereka sama tempe, tahu, atau koleganya yang ternyata suka makanan Indonesia. Restoran masakan asli seperti ini lebih menjadi tempat kongkow orang-orang yang kangen rumah. Ada yang bilang belum pulang 2 tahun, 3 tahun, belum pulang lama sekali. 

cumi balado 

Gw bisa liat orang bermacam-macam di situ. Cuma kalo pas restoran penuh, H pasti nanya mereka ngobrol pake bahasa apa, lagi ngobrolin apa. Lah dikira gw kepo gitu. Ntah kenapa, waktu gw ngeliatnya tuh seneng juga karena mereka bisa kumpul sesama orang Indonesia buat ngobrol pake bahasa ibunya. Buat sekedar bilang "Ya ampun gw suka banget dadar jagung ini", "Eh di tempat kamu ini disebutnya terang bulan apa martabak manis?" Seneng banget dengernya meskipun ga ikutan ngobrol.

pempek palembang

ayam bakar

Sama halnya ketika kami menginap di Bur Dubai, salah satu butik hotel di sekitar creek - Mazmiwaktu gw bilang gw dari Indonesia si masnya jawab "Eh kita punya staf dari Indonesia lho" Gw ya wow aja dong, gw nggak pernah ketemu orang Indonesia di sana yang kerja di tempat yg gw datengin. Esok paginya waktu sarapan selesai, gw didatengin. Kaget dong, gw kira doi mau beresin piring gw tapi tiba-tiba "Halo apa kabar?" 

"EHHHH ya ampun, masnya yang kerja di sini?"
"Iya tadi diceritain temenku katanya ada tamu dari Indonesia. Ya ampun seneng banget bisa ngobrol pake bahasa Indonesia lagi. Jarang banget orang Indonesia main ke sini. Kalo kesini jangan lupa mampir sini dong, biar bisa ketemu lagi. Seneng banget akutu bisa ketemu orang Indonesia gini"

view dari Mazmi

Jujur gw speechless. Nggak gw sangka aja gw bisa juga bikin orang asing seneng hanya karena gw di sana. Sayangnya, tak berlanjut lama karena dia harus kerja dan gw sudah ada rencana. Besoknya waktu check out  nggak nyangka ketemu lagi dan dadah-dadah "Eh jangan lupa mampir lagi ya", "Iya nanti kapan lagi kita main ke sini ya, sekarang kita balik dulu ya. DAAAAHHH" kayak temen sendiri aja 😂

Tapi gw juga sadari kalau sejauh apa kaki melangkah, makanan cita rasa kampung halaman akan selalu menjadi identitas yang kecil kemungkinan akan bisa berubah. Pun begitu dengan bahasa ibu. Saat kita besar dengan bahasa tersebut, secara otomatis kecil kemungkinan kita akan kehilangan kemampuan untuk berbahasa tersebut. Oh ya, jangan salah, ada banyak orang yang merasa "alergi" ketika berbicara dengan bahasa ibunya saat mereka sudah pindah ke luar negeri. Bilang kalau mereka sudah lupa bahasa mereka. Agak nggak masuk akal aja buat gw 😅

Ah! Makanan Indonesia memang selalu bikin rindu rumah 😊💙

Comments

Popular posts from this blog

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Gojek ke bandara juanda

While waiting, jadi mending berbagi sedikit soal gojek. Karena saya adalah pengguna setia gojek, saya pengen cobain ke bandara pake gojek. Awalnya saya kira tidak bisa *itu emang sayanya aja sih yang menduga nggak bisa*, trus tanya temen katanya bisa karena dia sering ke bandara pakai motornya. Nah berarti gojek bisa dong?? Sebelum-sebelumnya kalo naek gojek selalu bayar cash, tapi kali ini pengen cobain top up go pay. Minimum top up 10ribu. Jadi saya cobain deh 30ribu dulu. Eh ternyata lagi ada promo 50% off kalo pake go pay. Haiyaaaaa kenapa ga dari dulu aja ngisi go pay hahaha. Dari kantor ke bandara juanda sekitar 8km. Kantor saya sih daerah rungkut industri. Penasarannn banget ini abang mau lewat mana ya. Tertera di layar 22ribu, tapi karena pakai go pay diskon 50% jadinya tinggal 11ribu. Bayangin tuhh... pake bis damri aja 30ribu hahaha. 11ribu udah nyampe bandara. Biasanya 15ribu ke royal plaza dari kantor haha. Lagi untung. Bagus deh. Nah sepanjang perjalanan, saya mikir ter

Dapet Visa UAE (Dubai) Gampang Banget

Dubai creek Beberapa waktu yang lalu, kita pusing berat karena H dapet libur kali ini cuman 10 hari. 10 hari dari yang biasanya 14 hari. Akhrinya diputuskan untuk tetap mengambil libur tapi nggak ke Indonesia.  Ternyata, beberapa hari kemudian, dia bilang, kalau liburnya malah jadi 7-8 hari aja. Mau ga mau saya yang harus kesana. Maksudnya terbang mendekatinya. Udah milih-milih negara mana yang harganya rasional, yang ga banyak makan waktu buat terbangnya H, dan tentunya ga ribet urus visa buat pemegang paspor hijau yang ga sesakti paspornya H.  Btw warna paspor Indonesia jadi biru ya sekarang?? Pilihan jatuh ke Dubai. Pemegang paspor hijau harus bikin visa, ya pusing lagi deh cara bikin visa Dubai nih gimana. Apa iya sesusah bikin visa schengen, visa US, visa lainnya. dari persyaratan sih standar ya, termasuk  record  bank account selama 3 bulan. Emang nggak pernah bikin visa Dubai sebelumnya ya, apalagi H yang paspornya super sakti kemana-mana (hampir) ga perlu visa, dia ga pernah ad