Skip to main content

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Makanan dan Bahasa Pengobat Rindu Kampung


Gw demen banget makan atau cobain makanan baru. Sebenernya lebih ke lidah gw aja gampang nerima rasa baru dari makanan selain Indonesia. Tapi ketika jauh dari rumah, akhir-akhir ini gw sering tiba-tiba craving makanan Indonesia. Kayak susah ditahannya aja. Apalagi waktu sebulan di sana, rasanya tiap hari pengen nangis gara-gara pengen makan sambel coba.

Tempat yang kebetulan sering banget gw datengin ya Dubai. Di sana kita udah nemu satu restoran Indonesia yang rasanya Indonesia banget. Seleraku namanya. Kenapa gw bilang Indonesia banget? Cuko pempeknya nggak kalah dari Pempek Palembang asli. Bakso Malangnya, ehmmmmmm mantep! Makanan yang lainnya tentu saja nggak kalah rasanya. 

Bakso Malang

Kemarin, terakhir kali gw ke sana, kebetulan bareng dengan banyak orang Indonesia. Kayak mereka ngumpul-ngumpul bareng gitu. Ada yang ngerayain ulang tahun, ada yang ngerayain hal-hal kecil dalam hidup, ada yang sekedar melepas rindu kampung halaman untuk sekedar memuaskan lidah untuk makan dan berbicara bahasa ibu. 

Dari pengalaman gw makan masakan Indonesia di luar negeri, pemilik rumah makan akan selalu menjamu tamunya secara personal. Mereka lebih seperti tuan rumah yang menjamu tamu. Pun begitu dengan Seleraku. Kita beberapa kali berbincang juga. 

Kebayang nggak, senangnya mereka yang jauh dari rumah bisa sekedar berbagi cerita tentang gimana sukanya mereka sama tempe, tahu, atau koleganya yang ternyata suka makanan Indonesia. Restoran masakan asli seperti ini lebih menjadi tempat kongkow orang-orang yang kangen rumah. Ada yang bilang belum pulang 2 tahun, 3 tahun, belum pulang lama sekali. 

cumi balado 

Gw bisa liat orang bermacam-macam di situ. Cuma kalo pas restoran penuh, H pasti nanya mereka ngobrol pake bahasa apa, lagi ngobrolin apa. Lah dikira gw kepo gitu. Ntah kenapa, waktu gw ngeliatnya tuh seneng juga karena mereka bisa kumpul sesama orang Indonesia buat ngobrol pake bahasa ibunya. Buat sekedar bilang "Ya ampun gw suka banget dadar jagung ini", "Eh di tempat kamu ini disebutnya terang bulan apa martabak manis?" Seneng banget dengernya meskipun ga ikutan ngobrol.

pempek palembang

ayam bakar

Sama halnya ketika kami menginap di Bur Dubai, salah satu butik hotel di sekitar creek - Mazmiwaktu gw bilang gw dari Indonesia si masnya jawab "Eh kita punya staf dari Indonesia lho" Gw ya wow aja dong, gw nggak pernah ketemu orang Indonesia di sana yang kerja di tempat yg gw datengin. Esok paginya waktu sarapan selesai, gw didatengin. Kaget dong, gw kira doi mau beresin piring gw tapi tiba-tiba "Halo apa kabar?" 

"EHHHH ya ampun, masnya yang kerja di sini?"
"Iya tadi diceritain temenku katanya ada tamu dari Indonesia. Ya ampun seneng banget bisa ngobrol pake bahasa Indonesia lagi. Jarang banget orang Indonesia main ke sini. Kalo kesini jangan lupa mampir sini dong, biar bisa ketemu lagi. Seneng banget akutu bisa ketemu orang Indonesia gini"

view dari Mazmi

Jujur gw speechless. Nggak gw sangka aja gw bisa juga bikin orang asing seneng hanya karena gw di sana. Sayangnya, tak berlanjut lama karena dia harus kerja dan gw sudah ada rencana. Besoknya waktu check out  nggak nyangka ketemu lagi dan dadah-dadah "Eh jangan lupa mampir lagi ya", "Iya nanti kapan lagi kita main ke sini ya, sekarang kita balik dulu ya. DAAAAHHH" kayak temen sendiri aja 😂

Tapi gw juga sadari kalau sejauh apa kaki melangkah, makanan cita rasa kampung halaman akan selalu menjadi identitas yang kecil kemungkinan akan bisa berubah. Pun begitu dengan bahasa ibu. Saat kita besar dengan bahasa tersebut, secara otomatis kecil kemungkinan kita akan kehilangan kemampuan untuk berbahasa tersebut. Oh ya, jangan salah, ada banyak orang yang merasa "alergi" ketika berbicara dengan bahasa ibunya saat mereka sudah pindah ke luar negeri. Bilang kalau mereka sudah lupa bahasa mereka. Agak nggak masuk akal aja buat gw 😅

Ah! Makanan Indonesia memang selalu bikin rindu rumah 😊💙

Comments

Popular posts from this blog

Romanticizing My Cooking

Bakso I have to admit that my love for cooking is growing. It's growing and I can't believe it myself. This feeling has been like this since probably two years ago. Before, cooking felt like a hard work that I had to fulfill. It still is, but the difference is I enjoy it now. So it does not feel like I am forcing myself.  Back then whenever I cooked, it's either wrong recipe or incorrect measurement. It never tasted right. So I gave up cooking just because I never found the right one. And then I started to feel that I wanna eat better. I don't want to just eat whatever, I want to know what goes into my body. If I prepare it myself, then I know it's good one.  I don't eat too much sugar, sometimes it is hard to buy one thing outside and has a lot of sugar in it. So cooking it myself will allow me to control the amount of sugar. So I found recipes and I tried to make them. As to my surprise, they taste right! Exactly how they should have tasted. That made me happy

Mengenal Nyai, Eyang Buyut Orang Indo Kebanyakan

  Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya tentang darah campuran Eropa, saya pernah janji nulis tentang orang Indo dan Nyai, nenek buyut dari para Indo kebanyakan. Sekarang kita liat definisi dari Indo sendiri. Jadi Indo (Indo-Europeaan atau Eropa Hindia) adalah para keturunan yang hidup di Hindia Belanda (Indonesia) atau di Eropa yang merupakan keturunan dari orang Indonesia dengan orang Eropa (Kebanyakan Belanda, Jerman, Prancis, Belgia). Itulah kenapa saya agak risih mendengar orang menyebut Indonesia dengan singkatan Indo. Karena kedua hal itu beda definisi dan arti. Sekarang apa itu Nyai? Apa definisi dari Nyai? Nyai adalah seorang perempuan pribumi (bisa jadi orang Indonesia asli), Tionghoa dan Jepang yang hidup bersama lelaki Eropa di masa Hindia Belanda. Hidup bersama atau samenleven yang artinya kumpul kebo, tidak menikah. Fungsinya nyai itu apa? Fungsinya diatas seorang baboe dan dibawah seorang istri, tapi wajib melakukan kewajiban seorang baboe dan istri. Karena mem

Soal ujian TOPIK vs EPS TOPIK

Setelah membahas perbedaan TOPIK dan EPS TOPIK , kali ini saya akan menulis materi tentang apa saja yg diujikan *agak sedikit detail ya*. Pengalaman mengikuti dan 'membimbing' untuk kedua ujian tersebut, jadi sedikit banyak mengetahui detail soal yg diujikan. Dimulai dari EPS TOPIK. Jika anda adalah warga yg ingin menjadi TKI/TKW di Korea, lulus ujian ini adalah wajib hukumnya. Kebanyakan dari mereka ingin cara singkat karena ingin segera berangkat sehingga menggunakan cara ilegal. Bahkan ada yg lulus tanpa ujian. Bisa saja, tapi di Korea dia mlongo. Untuk soal EPS TOPIK, soal-soal yg keluar adalah materi tentang perpabrikan dan perusahaan semacem palu, obeng, cangkul, cara memupuk, cara memerah susu sapi, cara mengurus asuransi, cara melaporkan majikan yg nggak bener, cara membaca slip gaji, sampai soal kecelakaan kerja. Intinya tentang bagaimana mengetahui hak dan kewajiban bekerja di Korea termasuk printilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena yang melalui jalur ini