Skip to main content

Fire in the Building

Who would have thought that I  experienced fire in the building.  This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated.  That’s what I thought.  Until it really happened.  We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances.  “Oh no, something serious...

Ingin Tinggal di Pedesaan

Geneva

... tapi bukan di Indonesia 😂 Gatau deh ini akhir-akhir ini aku suka banget nontonin kanal orang di youtube yang tinggal di desa, bisa self sufficient banget, tenang, damai, slow. Trus nonton Gilmore Girls, Virgin River juga. Suka aja ngeliatnya. Emang bener kehidupan di desa memang terasa berjalan lebih lambat karena nggak ada yang ngejar-ngejar. Nggak macet dan nggak sebising kota.

Sebenernya mau gw simple. Gw emang banyak maunya sih tapi ya kenapa emang? Siapa tau diaminin malaikat lho. Gw pengennya tinggal di tempat desa yang alamnya itu masih lebih banyak daripada manusianya. Tapi kalo bisa sih fasilitasnya udah lengkap termasuk fasilitas kesehatan ya, terlebih lagi soal internet! Internet cepet adalah koentji. 

Sempet lho kepikiran, "Ah gw pengen tinggal di NZ. Jumlah kambingnya aja jauh lebih banyak dari jumlah manusianya." Atau tinggal di sana tapi yang masih bisa nemu kang bakso, lontong kupang, sate, cilok, cimol, lupis, getuk lindri lewat depan rumah gitu. Ya tuhan udah minta-minta, banyak mau lagi. Yaudahlah gapapa, kali aja diaminin malaikat. Trus pengen juga punya kucing yang bisa eek di luar tapi juga bisa jadi kucing rumahan yang manja. 

Gak harus desa yang nduesoooo banget gitu enggak. Kayak mertua gw idup di kota kecil yang jalan 10 menit aja udah masuk hutan-hutan, 30 menit aja udah ke negeri tetangga, internet cepet banget, segala fasilitas ada. Gitu lho yang gw mau. Apa gw ngikut mertua aja kali ya? 😆 Jangan ding. Melanggar prinsip lol.

Delden

Dulu gw mikir gw adalah city person. Tapi akhir-akhir ini bener-bener kewalahan banget rasanya. Ya gw yakin rasa kewalahan ini nggak gw aja yang ngerasain. Ditambah lagi dengan adanya pandemi ini lho yang bikin lelah makin berkepanjangan. Kerjaan semuanya dikerjain dari layar komputer, mata makin lebih cepet sepetnya, leher rasanya tegang kaku. Enak sih, enak banget. Privilege banget bisa kerja dari depan layar, dimana aja. Tapi nggak bisa seenaknya keluar rumah. Kalau keluar juga masih was-was juga. Rasanya kangen ketemu orang random untuk sekadar chit chat bertukar kabar, ngobrolin anjing liar, cuaca yang panasnya nggak ketulungan yang diikuti dengan rekomendasi minuman seger yang bisa didapat. 

I know we have our own battles in life. Gw cuma manusia biasa yang hobi ngeluh dan banyak mau aja 😂

Ah udah ah. Jangan lupa guys, masih pakai masker ya dan VAKSIN lah kalau dapat kesempatan! Jangan kasih kendoorr!!! 

Have a good one and stay safe, people! 💚 

Comments

  1. Mungkin jenuh dengan rutinitas sehari-hari di kota jadinya pengin hidup di pedesaan. :)

    Sama dengan orang desa, pengin juga liburan ke kota, soalnya di desa sepi, cuma bunyi jangkrik doang kalo malam krik krik krik...😂😂😃

    ReplyDelete
    Replies
    1. HAHAHAHAH bener banget. Kita memang cenderun menginginkan yang kita ga punya ya hahaha

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

Fire in the Building

Who would have thought that I  experienced fire in the building.  This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated.  That’s what I thought.  Until it really happened.  We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances.  “Oh no, something serious...

Cara Memilih Bacaan

Pulang - Leila Chudori Pengalaman gw mulai menyukai membaca karena bukunya yang bagus. Kata orang jangan judge buku dari sampulnya. Gw termasuk orang yang suka judge buku dari sampul. Tapi itu bukan hal yang utama dong tentunya. Itu hanya ekstra poin aja.  Pertama kali gw baca buku dan tiba-tiba suka adalah saat papa yang waktu itu pulang, bawain gw buku ensiklopedia yang isinya sejarah dan astronomi. Itu yang bikin gw langsung suka baca, karena materinya bikin gw berbinar. Itu juga awal mula gw suka astronomi.  Perjalanan sebagai pembaca tentu saja lama sekali. Beberapa genre gw coba baca, kadang suka, kadang nggak suka. Hingga akhirnya gw tau apa yang bikin gw akan baca buku itu.  "Halaman pertama tulisannya" Gaya menulis orang itu pasti selalu berbeda. Meskipun mirip dengan yang lain, pasti akan ada karakter pembedanya. Itu biasanya terlihat dari halaman pertama tulisannya. Bayangkan, meski materinya bagus tapi penyampainya nggak bagus juga nggak akan nyangkut di pemb...

Pengalaman Bikin (Free) Schengen Visa di VFS Swiss

I know this is so normal but anyway I like to compare the experiences because people might have different cases and because I have nothing to lose so... here's my experience for applying Schengen Visa via Swiss (VFS). Kenapa nggak via Belanda? Karena rencana kita berkunjung lamanya ke Geneve - Swiss (ada urusan kerjaan suami gw) dan kami belum tau akan ke Belanda apa nggak saat itu (nggak jadi sih soalnya mepet banget).  Seperti yang sudah sering dibahas orang lain perihal syarat dan ketentuan apply Schengen visa, gw nggak akan nulis itu ya. Udah ada di website VFS, lengkap. Gw cuma tambahin dikit-dikit aja infonya yang mungkin sama seperti kasus yang baca kalo emang kebetulan sama sih 😂 "Ok jadi total pembayarannya 280 ribu rupiah ya" "HAH?? Cuma 200an mbak??? Visanya gratis???" "Suaminya masih WN Belanda kan mbak?" "Iya" "Oiya itu gratis, bisa pake visa tipe C. Jadi cuma bayar biaya admin aja" ...