Skip to main content

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Jugun Ianfu Bukan Pelacur!



 
Mardiyem, mantan jugun ianfu (pic : santijehannanda.com)

Menyambung postingan sebelumnya tentang Nyai, yang beken di era penjajahan Belanda hingga Jepang menginvasi Indonesia (sekitar taun 1942), Jepang memiliki cara tersendiri untuk memenuhi hasrat para prajuritnya. 

Jugun Ianfu sebutannya.

Berbeda dengan memelihara gundik di masa penjajahan Belanda, Jepang cenderung menyediakan wanita-wanita Negara jajahan untuk memenuhi hasrat seksualnya. Jika prajurit Belanda direkomendasikan untuk memelihara satu gundik (yang mana gundik tersebut memang mau untuk dijadikan gundik karena pilihannya sendiri), maka pemerintahan Jepang dengan 'senang hati' memaksa wanita Indonesia untuk dijadikan 'ransum' prajurit. Saya sedih sih menyebutnya ransum, seolah mereka makanan yang disajikan untuk dilahap. 

Bagaimana dengan teknisnya? Jepang 'merekrut' wanita-wanita bahkan anak-anak pun tak lepas darinya. Ada yang kurang beruntung berusia 12 tahun, bahkan yang belum mengalami menstruasi sekalipun tak luput dari kejamnya Jepang kala itu. Kemudian wanita-wanita tersebut dikumpulkan di suatu barak. Diperiksa kesehatannya untuk kemudian diberikan satu kamar khusus untuk melayani tamunya. Tamu kemudian datang masuk menggunakan karcis yang dibeli dari tiketing yang ada di depan barak. Bagi tamu yang mampu membayar lebih, biasanya mereka membeli tiket untuk beberapa jam dan tipe tamu yang seperti ini yang disukai para Jugun Ianfu karena dengan melayani satu tamu selama berjam-jam bisa sedikit memberikan mereka waktu untuk rehat dari memberikan 'pelayanan seks'. 

Ada satu kesamaan antara jugun ianfu dan juga gundik Belanda, yaitu sarana untuk memelihara kesehatan para prajurit dari penyakit perempoan (penyakit menular seksual). Kesehatan para jugun ianfu dikontrol rutin setiap bulan, jika ada yang menderita penyakit menular maka dia akan diisolasi hingga sembuh.

Seorang mantan jugun ianfu berani menuturkan kejadian yang dialaminya kala itu. Setelah menutup kenangan menyedihkan selama puluhan tahun, akhirnya dia berani membukanya. Momoye sebutannya. Semua wanita yang diculik, diberikan nama Jepang sebagai nama kerjanya. Momoye bahkan belum mengalami menstruasi saat dijadikan jugun ianfu. Dia bahkan tak tau apa itu berhubungan badan. Hari pertamanya 'bekerja', dia pun langsung digarap hingga belasan orang hingga mengalami pendarahan parah.

Jika beruntung, akan ada orang yang membeli tiket berjam-jam untuk sekedar ngobrol tanpa melakukan hubungan seksual. Hal ini sedikit melegakan bagi mereka untuk sekedar beristirahat sejenak (selain ketika menstruasi). Para prajurit diwajibkan menggunakan kapotjes (kondom) untuk berhubungan seksual agar tidak menghamili jugun ianfu. Ada salah seorang prajurit yang menyukai momoye dan menolak untuk menggunakan kondom. Hingga beberapa saat kemudian momoye ditemukan hamil, yang diketahui oleh pemimpin barak, yang menyebabkan dia harus menggugurkan kandungannya. Membunuh bayinya, serta merusak rahimnya. 

Pandangan saya pribadi, pemerintahan Jepang ini jauh lebih kejam daripada Belanda. Jepang, jika melihat orang tionghoa, akan dengan senang hati memperkosa kemudian membunuhnya. Ibarat kata darah mereka halal untuk dinikmati. Hal ini tentunya mengingatkan saya akan film Korea yang berjudul My Way. Dimana orang tionghoa dan Korea berada dalam kekuasaan Jepang yang super kejam.

Lagi-lagi, pandangan orang Indonesia terhadap mereka sangatlah membebani mereka. Layaknya seorang Nyai, mereka pun tidak dihargai karena dianggap pelacur. Hanya saja nasib para nyai masih lebih beruntung daripada jugun ianfu karena mereka hanya mengabdi kepada satu tuan dan hidup serumah dengan nyaman bersama tuannya. Terkuak bahwa pemerintahan Jepang kala itu memang menyediakan rumah bordil, yang mana tentu saja dianggap ajang pelacuran. Namun bukan orang yang rela melacurkan diri, tapi memang orang-orang yang diculik dan dirampas kehidupannya untuk menjadi budak seks. 

Perbudakan ini berakhir setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia 2. Barak menjadi tak terurus, tak ada pula kontrol kesehatan, tamu sudah jarang berkunjung, semua sepi hingga mereka memutuskan untuk melarikan diri dan menyelamatkan diri mereka dari perbudakan. 

 
Sampul buku (pic : erlangga.co.id)

Cerita ini digambarkan di buku yang berjudul Momoye : Mereka Memanggilku. Lagi-lagi, it's worth to read. Untuk mengenal sejarah melalui cerita. Untuk lebih mengenal dan memahami bahwa mereka bukanlah pelacur. Tapi mereka adalah korban perang. Korban perang yang dilupakan. 

Semoga Tuhan memberikan tempat yang indah disisinya, untuk mereka yang pernah dirampas kehidupan dan harga dirinya. 

Comments

  1. Saya suka tulisannya, sangat informatif.

    Artikel tentang gundik masa Hindia Belanda, ada?

    ReplyDelete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Gojek ke bandara juanda

While waiting, jadi mending berbagi sedikit soal gojek. Karena saya adalah pengguna setia gojek, saya pengen cobain ke bandara pake gojek. Awalnya saya kira tidak bisa *itu emang sayanya aja sih yang menduga nggak bisa*, trus tanya temen katanya bisa karena dia sering ke bandara pakai motornya. Nah berarti gojek bisa dong?? Sebelum-sebelumnya kalo naek gojek selalu bayar cash, tapi kali ini pengen cobain top up go pay. Minimum top up 10ribu. Jadi saya cobain deh 30ribu dulu. Eh ternyata lagi ada promo 50% off kalo pake go pay. Haiyaaaaa kenapa ga dari dulu aja ngisi go pay hahaha. Dari kantor ke bandara juanda sekitar 8km. Kantor saya sih daerah rungkut industri. Penasarannn banget ini abang mau lewat mana ya. Tertera di layar 22ribu, tapi karena pakai go pay diskon 50% jadinya tinggal 11ribu. Bayangin tuhh... pake bis damri aja 30ribu hahaha. 11ribu udah nyampe bandara. Biasanya 15ribu ke royal plaza dari kantor haha. Lagi untung. Bagus deh. Nah sepanjang perjalanan, saya mikir ter

Ujian hari senin

Kejadian ini terjadi tepat senin minggu lalu. Baru kali itu aku merasa 'WOW.. ini senin yeay'. Karena biasanya 'haduhh udah senen lagi'. Kebayang kan kalo seneng begitu dihari senen menyambut pagi dan hari itu rasanya langka banget. Otomatis pengennya hari itu berlangsung indah. Jam setengah 9 pagi, seperti biasa ke pantry ambil minum bareng sama temen sebangku. Dia bikin teh, aku nyuci botol sekalian ngisi dong. Seperti biasa juga, kadang aku males sih nyuci botol dengan ritual lengkapnya, akhirnya cuman bilas pake air panas. Ya mungkin nggak sampe 50 ml juga. Dikit banget deh. Temen juga selalu bersihin gitu gelasnya pake air panas. Pic source is here Eh lakok lakok... si bapak pantry yang serem itu tiba-tiba bilang 'Gak bisa ya gak nyuci botol pake air panas? Tiap sore itu banyak komplain gara-gara airnya abis'. Yakaliii air abis tinggal isi aja, ibu yang dulu aja nggak pernah ada komplain. Ya aku bilang lah ini cuman dikit, lagian yang ngelakuin ini