Skip to main content

Fire in the Building

Who would have thought that I  experienced fire in the building.  This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated.  That’s what I thought.  Until it really happened.  We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances.  “Oh no, something serious...

Melihat dari Kacamata yang Berbeda


Dua minggu gw di Jawa. Rencana awal hanya pulang karena sepupu menikah, tapi ternyata diperpanjang sampai 2 minggu gegara tiket penerbangan yang tiba-tiba 2,5 juta dan 7 juta lol. 

Gw pakai kesempatan ini untuk ketemu temen-temen gw. Temen deket gw yang udah lama banget nggak ketemu. Tadinya sih nggak mau woro-woro agar ku tak perlu banyak keluar rumah dan yaa gw nggak suka juga terlalu banyak keluar rumah. Panas banget hey, jalanan padat pula. Paling juga keluar karena gw pengen makan makanan yang gw nggak bisa dapet di Bali. 


Tapi, ketemu temen-temen deket gw bener-bener hal yang bikin melek pikiran. Banyak banget perubahan mereka, menjadi pribadi yang lebih hebat dan gw terpesona dengan perkembangan mental mereka. Kita banyak cerita soal kehidupan dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan hal-hal yang pantas dibicarakan untuk dipetik pelajarannya. Hebatnya lagi, mereka nggak menggurui sama sekali. Bangga banget gw, beruntung karena lingkaran pertemanan gw yang sehat dan tidak penuh racun.


Tibalah kita semua dengan obrolan personal kita dengan orang tua ataupun orang-orang yang satu generasi dengan orang tua kita. Bisa gw bilang, orang tua gw bukan orang tua yang banyak menuntut. Mereka lepaskan gw dengan harapan gw bisa mencari penghidupan gw sendiri, jalan hidup gw sendiri dan juga kebahagiaan gw sendiri. Bukan tipe orang tua yang “kamu jadi dokter aja biar mama papa bangga”. Thank god. 


Gw bisa tau Bahwa usia 30an mulai masuk ke prahara dengan orang tua yang bisa jadi tidak sejalan karena mereka yang mulai menua dan perlu “perhatian lebih” sedangkan kita berada di titik sibuk-sibuknya dengan kehidupan kita. Ntah dari sisi karir maupun sisi lainnya. Bisa jadi cara mereka menunjukkan bahwa mereka ingin diperhatikan dengan cara yang kurang cocok dengan kita. Jadinya tengkar terus.


Tangan anak temen gw, baru pertama kali ketemu dia udah genggam tangan gw begini.


Satu sisi kita ingin kebebasan menentukan cara hidup kita sendiri, di sisi lain kita juga berusaha agar tidak terlalu “menjauh” dari orang tua. Hingga tiba pada satu kesimpulan yang “Ya sudah, mereka sedang memahami permasalahan dari sudut pandang mereka, kita pun begitu. Bagi kita memang baiknya A, tapi bagi mereka C. Selagi kita bisa coba berkompromi dengan B tanpa menyakiti prinsip kita ya sudah lebih baik kita lakukan saja agar tidak terlalu menyakiti hati mereka”


Bagi gw, itu merupakan hal yang luar biasa. Dulunya gw nggak akan mau menurunkan ego untuk orang lain, tapi makin tua gw makin mikir “Iya, selagi bisa nggak bikin prahara dan nggak menyakiti prinsip hidup kita yasudahlah.” Bisa jadi yang kita lakukan hanyalah permainan bahasa saja, tapi kembali lagi ke tujuan awal, selagi nggak menyakiti banyak pihak ya sudah. Malas menginisiasi keributan juga. Selama nggak melukai prinsip hidup gw, nggak membawa keburukan dan nggak bikin gw mengorbankan kehidupan gw ya sudah.


Makin lama makin belajar soal melihat persoalan dari kacamata yang mana. Bisa jadi kacamata gw nggak cocok dipakai untuk setiap persoalan yang ada. Ya gw berdamai aja dengan keadaan. Nggak memaksa juga. Toh, benar maupun salah adalah hal yang relatif. Nggak ada yang benar-benar betul dan nggak ada yang benar-benar salah. Bisa jadi kami semua menginginkan hal yang sama namun beda cara penyampaian atau sudut pandang. 


Apa yang kita lihat dengan kacamata kita belum tentu sama dengan apa yang mereka lihat dengan kacamata mereka. 

Comments

Popular posts from this blog

Fire in the Building

Who would have thought that I  experienced fire in the building.  This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated.  That’s what I thought.  Until it really happened.  We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances.  “Oh no, something serious...

Cara Memilih Bacaan

Pulang - Leila Chudori Pengalaman gw mulai menyukai membaca karena bukunya yang bagus. Kata orang jangan judge buku dari sampulnya. Gw termasuk orang yang suka judge buku dari sampul. Tapi itu bukan hal yang utama dong tentunya. Itu hanya ekstra poin aja.  Pertama kali gw baca buku dan tiba-tiba suka adalah saat papa yang waktu itu pulang, bawain gw buku ensiklopedia yang isinya sejarah dan astronomi. Itu yang bikin gw langsung suka baca, karena materinya bikin gw berbinar. Itu juga awal mula gw suka astronomi.  Perjalanan sebagai pembaca tentu saja lama sekali. Beberapa genre gw coba baca, kadang suka, kadang nggak suka. Hingga akhirnya gw tau apa yang bikin gw akan baca buku itu.  "Halaman pertama tulisannya" Gaya menulis orang itu pasti selalu berbeda. Meskipun mirip dengan yang lain, pasti akan ada karakter pembedanya. Itu biasanya terlihat dari halaman pertama tulisannya. Bayangkan, meski materinya bagus tapi penyampainya nggak bagus juga nggak akan nyangkut di pemb...

Pengalaman Bikin (Free) Schengen Visa di VFS Swiss

I know this is so normal but anyway I like to compare the experiences because people might have different cases and because I have nothing to lose so... here's my experience for applying Schengen Visa via Swiss (VFS). Kenapa nggak via Belanda? Karena rencana kita berkunjung lamanya ke Geneve - Swiss (ada urusan kerjaan suami gw) dan kami belum tau akan ke Belanda apa nggak saat itu (nggak jadi sih soalnya mepet banget).  Seperti yang sudah sering dibahas orang lain perihal syarat dan ketentuan apply Schengen visa, gw nggak akan nulis itu ya. Udah ada di website VFS, lengkap. Gw cuma tambahin dikit-dikit aja infonya yang mungkin sama seperti kasus yang baca kalo emang kebetulan sama sih 😂 "Ok jadi total pembayarannya 280 ribu rupiah ya" "HAH?? Cuma 200an mbak??? Visanya gratis???" "Suaminya masih WN Belanda kan mbak?" "Iya" "Oiya itu gratis, bisa pake visa tipe C. Jadi cuma bayar biaya admin aja" ...