Skip to main content

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Catatan Kuliah (2) : Kampus swasta atau negeri?



Setelah minggu lalu menulis Catatan Kuliah (1), sekarang saatnya menulis lanjutannya. Jadi balik lagi ya ini bukan sok tau tapi pengalaman aja. Kali aja pengalaman gw ini bisa bantu kalian yang sedang galau.

Sebelum masuk kuliah, gw nggak segalau adek gw yang 3-4 tahun lalu masuk kuliah. Gw sebagai anak pertama yang informasinya kurang ketika sekolah SMA tentang perkampusan, ya ada informasi tentang kampus tapi kebanyakan adalah kampus yang swasta atau kampus yang memiliki ikatan dinas (STAN dan kawan-kawannya). Nah ITN (Institute Teknik Nasional), kampus swasta yang ada di Malang dulu sempet gw lirik karena gw bisa masuk tanpa ujian (LOL! Males banget ujian).

Kurangnya informasi yang masuk untuk pelajar SMA amat sangat membuat kebanyakan siswa SALAH masuk jurusan. Bukan karena salah masuk sebenernya ya tapi karena kurang aja literasi dan kurang mampu mengenali bakatnya sendiri.

Karena tidak semua siswa mendapat privilege untuk mendapatkan informasi dari sekolah maupun guru, jika memang ingin melanjutkan pendidikan carilah dulu kemauan dan kemampuan untuk melanjutkan. Entah itu kemampuan berpikir atau membayarnya.

Nah, adek gw sejak kelas 2 SMA udah galau banget bakal kuliah dimana. Bahkan dari kelas satu SMA pun dia udah rajin numpuk nilai bagus (YA KARENA EMANG DIA PINTER SIH), karena kalo nilai dia jelek dia bakal gulung-gulung di teras rumah takut diomelin mama. Ya tetep diomelin sih, abis malu-maluin udah gede nangis gulung-gulung gara-gara nilai turun 5 poin aja (sumpah ini nyata).

Adek gw mengincar teknik migas. Pokoknya mau ga mau boleh ga boleh harus masuk migas. 2 taun dia mikir migassssssss trus. Gamau tau deh pokoknya migas. Ga isa dibelokin juga. Dia nanya "Mbak, enaknya aku kuliah apa ya? Aku kalo nggak masuk migas, aku mau masuk matematika aja deh kek mbak sama papa" DEMI OPO!

Ya gw sih jawabnya... sebentar, dibikin dialog aja :

"Ya kamu maunya apa?"
"Migas mbak"
"Mampu otaknya?"
"Kayake ya mampu" Btw iya dia mampu kalo secara otak. Gw akui ini.
"Dimana?"
"Di xxx" Gw lupa kampusnya
"Trus prospek kerjanya gimana? kamu mau milih profesi apa?"
"Ya prospek kerjanya bisa di X bisa di Y bisa di Z, profesinya bakal A, nanti bisa B, ...." dia jelasin panjang lebar dan dia tau apa yang dia bahas
"Trus papa mampu bayar nggak?"
"Nah itu! agak mahal sih"

Tahun selanjutnya dia tiba-tiba belok jurusan "Mbak, aku mau ambil elektro!"
"LAH lu kata migas?"
"Ndak jadi, terlalu mahal kasian papa. Elektro aja"
"Dimana?"
"Masih observasi kampus"
Dia observasi beberapa kampus yang memiliki jurusan elektro . Kira-kira dimana kampus yang cukup bagus, yang nanti kerjanya itu nggak nyari tapi dicari, link kerjanya gimana.
           
Sebelum lulus SMA, dia diterima di ITS tanpa tes (lupa jurusan apa), tapi bersamaan dengan tes masuk kampus STTPLN jurusan elektro. Dia nanya gw enaknya dia ambil apa, karena dia yakin tes di STTPLN ini bakal lolos. Ya gw suruh dia mempertimbangkan dua sisi. ITS tentu banyak link, tapi kamu yakin nggak bisa langsung dapat kerja? Apakah ada link yang menghubungkanmu ketika kamu lulus? Gw sih yakin dia mampu kalau soal menyerap ilmu. Pertanyaan yang sama untuk STTPLN. Adek gw jawab "Kalau STTPLN ini nantinya kalau nilainya bagus terus akan ada kesempatan lebih mudah masuk PLN. Bisa juga masuk kelas kerjasama. Link untuk kerja lebih lebar dan terbuka..." panjang lebar dia jelaskan.

Beberapa hari kemudian pengumuman dan adek gw diterima di STTPLN. Dia nanya harus ambil yang mana dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut. Gw jawab "STT!"

"Tapi kan swasta mbak, di Jakarta lagi"
"Papa mampu bayar nggak?"
"Mampu"
"STT!"

Tadinya sempet berat si babe kalo anaknya sekolah jauh, trus gw bilang aja "Itu anak kalo disini-sini aja ya nggak berkembang lah. Biarin idup di kerasnya kota besar, biar ga manja, biar ngerasain perjuangan hidup. Anak itu mampu kok nyerap ilmu, kalo emang ada kerjaan setelah lulus yang menanti ya kan lebih enak. Prinsip itu kalo bisa kita yang dilamar kerjaan, bukan kerjaan yang ngelamar kita. Selama papa mampu bayar, biarin dia berangkat!"


Setelah dipikir-pikir (babe yang mikir), nanya ke sodara yang kerja disana juga kira-kira pandangannya gimana, akhirnya approved. Berangkatlah dia ke Jakarta. Dia buktiin kok kalo dia mampu dan dia memang layak. Mulai masuk hingga saat ini, dia selalu memegang posisi IPK tertinggi dan nggak hanya IPK aja yang tinggi tapi skill yang mumpuni juga. Kalo nggak ada skill mah, gw pasti jadi orang pertama yang nyinyirin dia 😏

Pesan gw ke dia sih selalu "Lu pinter itu keren, nilai selalu bagus dan skill mumpuni itu nilai plus. Tapi jangan sampe sosial lu jelek dan lu sombong hanya karena kamu diatas. Jangan pelit ilmu dan jangan jadi orang yang jengkelin". Dia aktif juga jadi asdos sampai saat ini. Skill juteknya dia juga sama kek gw kok, skalinya diganggu dia bakal skak mat!!! Gw bangga adek gw begitu 😂

Kampus swasta atau negeri sama aja yang penting bisa mengembangkan skill-mu dan juga memfasilitasi pengembangan dirimu, serta memberikan persentase tinggi untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah.

Bukan berarti ITS itu jelek ya guys, no, ITS itu one of the best university di Indonesia. Hanya saja dengan mempertimbangkan segalanya dan tetek bengeknya, pilihan jatuh ke STTPLN yang swasta. Terbukti juga di tahun-tahun terakhir adek gw kuliah, udah banyak kakak tingkatnya juga teman seangkatannya yang udah dapet job.

Intinya apa? Kampus swasta atau negeri itu tidak masalah. Jadi bukan status negeri atau swastanya tapi tentang kualitas yang ditawarkan kampus tersebut untuk menunjang kamu dalam memperdalam kemampuanmu dan proses hidup setelahnya.

bersambung ke episode selanjutnya ya ...

Comments

  1. Aku mileh kampus ndek emben bukan mana yang paling baik, tapi mana yang paling aku mampu dan mana yang paling murah bayar spp-ne, wkwkwkwwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. HUAHAHHAHAHAHAHAHAHAH Gimana yaaa?? sepertinya aku jg gitu deh :D

      Delete

Post a Comment

Share your thoughts with me here

Popular posts from this blog

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Gojek ke bandara juanda

While waiting, jadi mending berbagi sedikit soal gojek. Karena saya adalah pengguna setia gojek, saya pengen cobain ke bandara pake gojek. Awalnya saya kira tidak bisa *itu emang sayanya aja sih yang menduga nggak bisa*, trus tanya temen katanya bisa karena dia sering ke bandara pakai motornya. Nah berarti gojek bisa dong?? Sebelum-sebelumnya kalo naek gojek selalu bayar cash, tapi kali ini pengen cobain top up go pay. Minimum top up 10ribu. Jadi saya cobain deh 30ribu dulu. Eh ternyata lagi ada promo 50% off kalo pake go pay. Haiyaaaaa kenapa ga dari dulu aja ngisi go pay hahaha. Dari kantor ke bandara juanda sekitar 8km. Kantor saya sih daerah rungkut industri. Penasarannn banget ini abang mau lewat mana ya. Tertera di layar 22ribu, tapi karena pakai go pay diskon 50% jadinya tinggal 11ribu. Bayangin tuhh... pake bis damri aja 30ribu hahaha. 11ribu udah nyampe bandara. Biasanya 15ribu ke royal plaza dari kantor haha. Lagi untung. Bagus deh. Nah sepanjang perjalanan, saya mikir ter

Dapet Visa UAE (Dubai) Gampang Banget

Dubai creek Beberapa waktu yang lalu, kita pusing berat karena H dapet libur kali ini cuman 10 hari. 10 hari dari yang biasanya 14 hari. Akhrinya diputuskan untuk tetap mengambil libur tapi nggak ke Indonesia.  Ternyata, beberapa hari kemudian, dia bilang, kalau liburnya malah jadi 7-8 hari aja. Mau ga mau saya yang harus kesana. Maksudnya terbang mendekatinya. Udah milih-milih negara mana yang harganya rasional, yang ga banyak makan waktu buat terbangnya H, dan tentunya ga ribet urus visa buat pemegang paspor hijau yang ga sesakti paspornya H.  Btw warna paspor Indonesia jadi biru ya sekarang?? Pilihan jatuh ke Dubai. Pemegang paspor hijau harus bikin visa, ya pusing lagi deh cara bikin visa Dubai nih gimana. Apa iya sesusah bikin visa schengen, visa US, visa lainnya. dari persyaratan sih standar ya, termasuk  record  bank account selama 3 bulan. Emang nggak pernah bikin visa Dubai sebelumnya ya, apalagi H yang paspornya super sakti kemana-mana (hampir) ga perlu visa, dia ga pernah ad