Skip to main content

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Cerita Karantina di Wisma Atlet Pademangan

Wisma Atlet Pademangan. Gw karantina di lantai 9.

Ini bukan karantina yang pertama kalinya sih. Bukan juga karena sakit (amit-amittttt jabang baby boy and girl!). Tapi karena gw baru datang dari luar negeri. Baru dapetin asupan gizi, nutrisi, untuk pemenuhan kebutuhan nurani. Halah!

Ya abis ketemu H. Selama pandemi udah 4 kali ke luar negeri. Karena H liburnya cuma 2 minggu dan kalau harus karantina dulu kan sayang juga waktu yang terbuang. 2 minggu itupun udah termasuk perjalanannya, yang mana perjalanan di masa pandemi bisa molor 1-2 hari. Nggak bisa dimepet-mepetin. 

Jadi, pertama kali ke luar negeri pas pandemi itu sekitar bulan September 2020. Waktu itu pulang nggak perlu karantina. Tapi parno dan dramanya panjang banget, sampai bisa nyampe di Bali lagi tuh rasanya wow selamet sukur banget. 

6 bulan kemudian sekitar bulan April 2021, gw ke luar lagi. Kali itu karantina udah mulai diterapkan. Waktu karantinanya 5 hari, aturan masih sangat nggak jelas sama sekali. Pun begitu hotel-hotel rujukan nggak di-publish dengan jelas. Jadi seperti nyari aja, nelpon satu-satu iya apa nggak mereka terima karantina dari luar negeri. 

Karena pertama kali harus karantina, gw jadinya juga bingung. Waktu itu cuma bisanya ngecek judul artikel aja hotel mana yang terima karantina kedatangan luar negeri trus ditelpon satu-satu. Nah, gw udah booking Ibis tuh, 2 hari sebelum gw terbang balik ke Indonesia. Besoknya katanya dikonfirmasi tapi kok nggak muncul-muncul. Ku telpon lah mereka, eh ternyata jawabannya, "Per hari ini nggak kami tidak masuk di list karantina lagi ya. Silakan hubungi hotel lainnya." Ya kita juga nggak tau hotel mana yang terima karantina. 

Harganya masih agak nggak jelas. Tapi ya dahlah, tunggu aja sesampainya di CGK. Ntar liat aja mau booking di tempat aja lah. Setelah diputuskan bahwa gw harus masuk hotel, keluar bandara tentu saja gw nyari orang hotel. Mau nanya-nanya soal hotel. Udah antri eh nggak digubris ya gimana ini? Sampai udah orang terakhir nggak ada yang nganggep gw karena mereka ngeladeni WNA. 

Udah satu jam terus gw nanya sama tentara di situ, "Pak, saya kok nggak ada sih orang hotel yang bisa ditanyain? Saya udah nunggu lama lho. Apa saya nggak usah karantina aja sekalian ini?" Lalu beliau menjawab, "Lho kok nggak ada yang ngelayani mbak? Tapi belum booking kan? Yaudah deh kalau belum booking, ini aja langsung ke wisma atlit aja. Itu bisnya udah nunggu. Ini kloter terakhir lho mbak."

"Lho gapapa pak saya ke wisma? Perintahnya ke hotel lho"

"Yaudah gapapa, gratis pula. Ke wisma aja lah sana deh, daripada ditinggal lho."

Singkat cerita, naiklah gw ke bus itu dengan kondisi paspor gw yang udah diambil petugas, langsung berangkat ke Wisma Atlet. Gw nggak tau bakal kek gimana ya. Sejam kemudian kami tiba di lingkungan wisma atlet. Tapi nggak turun-turun dari bus ini kenapa... Ternyata masih antri dong. Antri turun banget. Sampai satu jam kemudian, kami baru bisa turun. 

Langsung isi data, bareng dengan 2 orang lainnya. Lalu si mbaknya bilang, "Ini temen sekamar kalian ya. Jadi harus bertiga." Kaget dong gw kok bisa sekamar begini, ya bukan karantina ini mah kalau ada orang lain begini. Setelah itu tes PCR dll dll. Dalam waktu 3 jam kami sudah bisa masuk kamar adalah suatu bentuk antrian tercepat. Bus lepas dari bandara jam 11an malam, lalu pukul 230 pagi kami sudah masuk kamar. 

Teman sekamar waktu check out

Satu ruangan apartemen ini isi dua kamar, yang satu kamar ada dua kasur, yang satunya single. Karena gw udah tau bentukannya, ya gw kasur single wkwkkw. Karena gw masih harus kerja juga jadi gw butuh privasi. Kabarnya sih sekarang isi 4 orang. Kurang tau juga ya. Ada air hangatnya juga. Bagi gw sih fasilitas dasar udah terpenuhi, meski banyak orang komplain. I don't sweat small things lol. 

Tapi ya emang bau sih, karena sampingnya ternyata got (atau sungai) yang item dan bau banget! Bisa diminimalisir dengan menutup jendela dan pintu. Nggak masalah. Tapi juga nggak ada wifi. Katanya sih ada ya, tapi ya nggak nyambung banget. Udahlah nyerah aja kalo soal wifi mah. Biarin dah.

Karena lapar, tentu saja kami makan dulu. 

Nah ini nih enaknya Wisma Atlet, warung buka 24 jam. Jadi bisa beli makanan dari situ kapanpun. Harganya, sangat rasional. Kisaran 10-30 ribu aja. Bagi gw ini harga normal banget. Tapi bagi beberapa orang masih nganggap harganya mahal. Tapi nggak perlu kawatir karena di Wisma ada kateringnya, sehari 3 kali. Jadi pasti ada makanan datang jam 7 pagi, jam 12 siang, dan jam 6 sore. Percayalah, kateringnya enak banget! 

Kamar gw.

Enaknya lagi di wisma, kita bisa keluar kamar karena sistemnya bubble quarantine. Satu kompleks karantina semua jadi enak banget bisa jalan-jalan sekedar menghirup udara segar, nggak terkungkung di kamar. Cuma tiap waktu tertentu, ada pengumuman kalau hasil tes ada yang positif jadi harus dijemput untuk karantina. Jadi saat itu kita harus masuk ke kamar dan menunggu hingga boleh keluar kamar lagi. Mereka umumkan lantai berapa yang positif.  

Waktunya tentara ngedrop makanan di tiap lantai.

Dari semua makanan dari wisma, favorit gw yang ini. Fish fillet sama krecek. Astaga ini enak banget.

Ada ATM, trus staff juga ada yang jualan SIM card, tuker uang asing juga. Mereka jual apa yang kita perlu. Meskipun kita nggak bisa order makanan online, atau dijenguk keluarga ya. Jadi emang harus di dalam nggak boleh interaksi sama orang luar kompleks. 

Lalu, PCR kedua diambil pukul... semaunya mereka. Kami waktu itu diketok pintu pukul 1 pagi, suruh siap-siap tes tapi baru diambil sample jam 4 pagi. Hasilnya bisa sorenya, bisa esok paginya. Tentu saja kami sudah tidak betah karantina, sampai malam kok belum ada hasilnya... Tengah malam kami sudah posisi siap untuk keluar karantina. Ternyata baru esok pagi kami dirilis, pukul 5 pagi. Kami hanya diberi waktu maksimal satu jam untuk keluar dari kompleks. 

Pemandangan ekstra bau got wkwkw. Sampai sekarang gw masih heran, itu got baunya gila banget.

Nggak usah nunggu sejam, kami udah siap kok. Begitu paspor kami dikembalikan, 5 menit kemudian kami sudah keluar kamar. Langsung menuju lantai bawah, untuk memesan taksi ke bandara. Taksi ini harus dari dalam wisma atlet jika tidak dijemput keluarga. Tidak boleh menggunakan taksi luar atau taksi online sama sekali. Jadi murni dari dalam bandara. Harga ke bandara sekitar 100-150 ribu. Satu mobil bisa isi 3 orang. Mereka ketat sekali dalam urusan melepas orang ini. Betul dicek apa memang dijemput keluarga atau taksi online. Dicatat nomer mobilnya dan juga nomer hp nya. 

Sesampainya di bandara, tentu saja gw lari-lari ngejar tiket lol. Seumur-umur baru kali ini ngejar tiket, dapat kursi dan masuk gate dalam waktu 15 menit, belum juga sempet ambil napas langsung aja lanjut boarding. Kala itu hanya ada penerbangan Garuda yang harganya ya dahlah yaaaa. 

Gw akan lanjutin cerita karantina di hotel, selanjutnya. 😙

Comments

Popular posts from this blog

If Money Wasn't The Problem, What Would You Do?

In this extraordinary life, I would be a teacher still.  Helping people to understand even some little things to make them feel worthy and understand themselves better. It seems that teaching has become a calling for me. Not about teaching such specific subject like mathematics or so, but more like... I like to give new perspectives for people, and having them saying "Oh.... I see..." is satisfying for me. Of course, by teaching I can learn so many new perspectives from different people too. It's like the more I teach the more I learn, and that is so true. Maybe more like a guide. I like giving guidance to people who needs it. No, I don't like giving unsolicited guiding. I like to guide people who wants to be guided. I'd teach them how to love, love themselves first. Yea sure when we are talking about things, they would say "do useful things like engineering, plumbing, this and that" but they tend to forget that we need some balance in life. Not saying t

Gojek ke bandara juanda

While waiting, jadi mending berbagi sedikit soal gojek. Karena saya adalah pengguna setia gojek, saya pengen cobain ke bandara pake gojek. Awalnya saya kira tidak bisa *itu emang sayanya aja sih yang menduga nggak bisa*, trus tanya temen katanya bisa karena dia sering ke bandara pakai motornya. Nah berarti gojek bisa dong?? Sebelum-sebelumnya kalo naek gojek selalu bayar cash, tapi kali ini pengen cobain top up go pay. Minimum top up 10ribu. Jadi saya cobain deh 30ribu dulu. Eh ternyata lagi ada promo 50% off kalo pake go pay. Haiyaaaaa kenapa ga dari dulu aja ngisi go pay hahaha. Dari kantor ke bandara juanda sekitar 8km. Kantor saya sih daerah rungkut industri. Penasarannn banget ini abang mau lewat mana ya. Tertera di layar 22ribu, tapi karena pakai go pay diskon 50% jadinya tinggal 11ribu. Bayangin tuhh... pake bis damri aja 30ribu hahaha. 11ribu udah nyampe bandara. Biasanya 15ribu ke royal plaza dari kantor haha. Lagi untung. Bagus deh. Nah sepanjang perjalanan, saya mikir ter

Dapet Visa UAE (Dubai) Gampang Banget

Dubai creek Beberapa waktu yang lalu, kita pusing berat karena H dapet libur kali ini cuman 10 hari. 10 hari dari yang biasanya 14 hari. Akhrinya diputuskan untuk tetap mengambil libur tapi nggak ke Indonesia.  Ternyata, beberapa hari kemudian, dia bilang, kalau liburnya malah jadi 7-8 hari aja. Mau ga mau saya yang harus kesana. Maksudnya terbang mendekatinya. Udah milih-milih negara mana yang harganya rasional, yang ga banyak makan waktu buat terbangnya H, dan tentunya ga ribet urus visa buat pemegang paspor hijau yang ga sesakti paspornya H.  Btw warna paspor Indonesia jadi biru ya sekarang?? Pilihan jatuh ke Dubai. Pemegang paspor hijau harus bikin visa, ya pusing lagi deh cara bikin visa Dubai nih gimana. Apa iya sesusah bikin visa schengen, visa US, visa lainnya. dari persyaratan sih standar ya, termasuk  record  bank account selama 3 bulan. Emang nggak pernah bikin visa Dubai sebelumnya ya, apalagi H yang paspornya super sakti kemana-mana (hampir) ga perlu visa, dia ga pernah ad